Sabtu, 15 Desember 2012

7262

ini bukan salah peka wirasa mu yang tak menangkap getar rinduku.
bukan pula kerling matamu yang tak lekang hantui malam ku.
ini hanya aku yang menyisipkan sekelebat rindu diantara desah nafas-nafas.
ini hanya tentang aku yang tak tahu lagi bagaimana membuat mu mengerti.
salah ku berharap ini lebih dari sekedar senyum di pagi hari.
salah ku juga memimpikan mu jadi sahabat sehayat ku.

kau. hidupmu terlalu indah untuk aku ada di dalamnya.
lihat. kau berdiri disana dengan pakaian yang pantas.
tersenyum layaknya seorang pria dewasa.
dikelilingi wanita-wanita rupawan.
pernahkah kau menyadari adanya aku?
aku bukan Duchess of Devonshire yang memesona.
bukan pula Elizabeth Bennett dengan arogansi nya.
aku hanya aku yang tersihir pesona mu.
hanya aku yang berharap wirasa mu tak begitu angkuhnya untuk menangkap getar cinta ku.

aku selalu ingat pesan yang kau beri "tunggu aku ya".
saat itu artinya mungkin aku hanya perlu duduk sejenak dan menunggu mu datang.
sekarang, mungkin itu wirama hatimu yang tak terucap padaku.
meminta ku menunggu.
ya, seperti yang selama ini kau minta padaku.
penantian yang mungkin lebih menyakitkan dari cinta itu sendiri.
dan ini satu tanya untukmu. apa kau akan datang meminta ku setelah sekian lama menunggu?
ataukah kau tergoda wanita-wanita tak bercela di sana?



-teruntuk mu 7262-

Senin, 10 Desember 2012

Resume : Pemikiran Kembali Uang dan Ide Bantuan


Tugas Resume Kerjasaam Pembangunan Internasional
Nama   : Azizah Syiami Mutik
NIM    : F1I011015

Pemikiran Kembali Uang dan Ide Bantuan

Bantuan asing telah mengalami masa keemasannya. Banyak negara sukses melewati masa-masa sulit (krisis) dan melakukan pembangunan dengan bantuan asing. Bantuan ini telah memasuki berbagai sektor: ekonomi; politik; hingga praktek pengambilan kebijakan dan lain-lain. Di lain pihak, bantuan asing pun telah mengalami masa terpuruknya berada pada kesalahan yang tidak terbayangkan dimana bantuan diabaikan, jika tak bisa dikatakan didorong; dikorupsi; dan disalahgunakan.
Bantuan asing dalam perkembangannya dapat menjadi sangat efektif, tidak efektif, atau berada di antara keduanya. Sejarah telah menunjukkan adanya peningkatan atas bantuan asing, namun muncul pertanyaan: bagaimana bantuan pembangunan dapat dengan efektif mengurangi kemiskinan global? Kemiskinan sendiri telah berkurang selama 10 tahun terakhir.
Ada 3 alasan untuk memperbaiki grafik teritorial sebelumnya:
1 Perubahan situasi ekonomi, politik, dan sosial global telah mempengaruhi pandangan bantuan asing pada keadaan dimana eksistensi bantuan asing banyak dipertanyakan,
2.      Perubahan strategi pembangunan yang menyaratkan pendekatan baru untuk bantuan sebagai strategi dalam agenda perkembangannya,
3.      Adanya bukti baru mengenai “apa itu bantuan yang efektif dan efisien, dan mana yang tidak”
Pemikiran ulang terhadap bantuan menghasilkan temuan berikut:
1.      Bantuan finansial bekerja pada lingkungan kebijakan yang sehat/baik.
Bantuan ini bersifat memperkuat managemen ekonomi suatu negara dengan sasaran peningkatan 1% GDP sejalan dengan pengurangan 1% kemiskinan dan 1% kematian bayi.
2.      Perbaikan institusi ekonomi dan kebijakan di negara berkembang merupakan lompatan besar dalam pengurangan kemiskinan.
Saat rakyat menginginkan suatu perubahan, bantuan asing menyediakan dukungan berupa ide-ide, pelatihan dan pendanaan.
3.      Bantuan yang efektif melengkapi investasi swasta.
Di negara dengan penguatan managemen ekonomi, bantuan asing tidak bersifat menggantikan peran investasi, namun meningkatkan kenyamanan untuk investasi privat.
4.      Proyek pembangunan bertujuan untuk memperkuat institusi dan kebijakan sehingga pelayanan yang efektif dapat diberikan.
Penemuan ini menunjukkan bahwa kontribusi proyek tidak meningkatkan pendanaan moneter pada beberapa sektor, tetapi meningkatkan pelayanan dengan penguatan institusi sektoral dan lokal.
5.      Masyarakat sipil yang aktif meningkatkan layanan publik.
Bantuan dan dukungan masyarakat sipil memungkinkan terjadinya perubahan besar. Bantuan terbaik adalah yang datang dari inisiatif perubahan sektor publik.
6.      Bantuan asing dapan memperbaiki bahkan perubahan di lingkungan yang rusak dengan syarat kesabaran dan fokus pada ide, bukannya uang.
Pada negara termiskinpun dengan kebijakan yang tidak tepat, akan muncul reformer yang mereformasi secara struktural dan peran bantuan asing adalah untuk mensukseskannya.
Mengusahakan bantuan lebih efektif mengurangi kemiskinan ada 5 kebijakan:
1.      Bantuan dana harus ditargetkan lebih efektif pada negara-negara pendapatan rendah dengan penguatan managemen ekonomi.
2.      Bantuan berbasis kebijakan harus disediakan untuk memperbaiki reformasi kebijakan pada reformis yang kredibel.
Bantuan lebih seiring ditujukan kepada negara dengan semangat reformasi yang jelas dan fokus pada opimisme reformasi. Semenatara negara dengan kebijakannya sangat lemah, bantuan diasumsikan untuk peananaman ide-ide, pelatihan kepemimpinan, dll
3.      Gabungan aktifitas bantuan harus dibuat untuk negara dan setor kondisi.
Bahkan disaat kebijakan sangat lemah, donor masih berusaha mencari sesuatu yang berguna. Untuk memastikan efek finansial, donor harus memperhatikan alokasi dan kegunaan pengeluaran publik.
4.      Proyek berfokus pada menghasilkan dan menyalurkan pengetahuan dan kemampuan.
5.      Agensi pemberi bantuan harus menemukan pendekatan alternatif untuk membantu negara yang sangat bermasalah sejak metode  tradisional telah gagal.
Lingkungan Internasional Baru
Bantuan luar negeri adalah bagian dari produk Perang Dunia II. Memiliki dua obyek yang saling kontra: mempromosikan pertumbuhan jangka panjang dan pengurangan kemiskinan di negara berkembang (sifat derma negara donor); dan mempromosikan kepentingan strategis dan politik jangka pendek pendonor.
Saat ini OECD telah berjuang memonitor defisit fiskal dan mengendalikan pertumbuhan pada pengeluaran pemerintah. Walaupun bantuan luar negeri hanya sebagian kecil dari dana total tetapi menjadi salah satu item terpenting. Seiring dengan masuknya modal swasta ke negara berkembang, bantuan asing telah berkirang hingga pada posisi ¼ dari seluruh pendanaan di negara negara berkembang. Setelah kiris pada 1990an investasi luar negeri menurun drastis dan selanjutnya aliran dana asing diarahkan pada negara middle income dan sisanya terbagi di 140 negara lainnya.
Pada tiap negara pendapatan rendah, bantuan terlihat jauh dan mengaburkan sumber utama dari keuangan eksternal. Pembangunan pada 1990 telah membentuk alternatif untuk bantuan asing. Akhir perang dingin membukan kemungkinan adanya bantuan yang lebih efisien untuk pertumbuhan jangka panjang dan pengurangan kemiskinan. Sebelum memberikan peningkatan aliran dana, donor harusnya meperhatikan ulang kepentingan dan nilai dari bantuan luar negeri.
Ide Baru pada Strategi Pembangunan
Bantuan luar negeri haruslah sesuai dengan tiap strategi yang beragam. Kondisi politik internasional dan domestik dan kepercayaan terhadap struktur pembayaan, instrumen, dan pelaksanaan bantuan.
Pada masa awal bantuan pembayaran, pemerintah dianggap sebagai agen perubahan yang positif. Pasar domestik dianggap tidak eksis dan tidak mampu menangani pertumbuhan di banyak negara. Di banyak negara berkembang, tahap awal kemerdekaan menumbuhkan optimisme kepada pemerintah sebagai agen perubahan politik ekonomi sosial. Bantuan pemerintah-pemerintah dianggap cara terbaik untuk mempermudah pembangunan.
Menekankan negara harus fokus pada permasalahan paling sering muncul dan harus memiliki kapasitas untuk menyelesaikannya. Strategi pembanguann:
1.      Menetapkan keputsan penahanan kebijakan orientasi pasar
2.      Memastikan bahwa kesepakatan servis publik paling tidak berjalan baik
Praktik pembangunan awalnya fokus pada pertumbuhan income per kapita tetapi pada pelaksanaannya tetap fokus pada peningkatan kualitas hidup.
Bantuan pembangunan lebih kepada dukungan infrastruktusional yang baik dan kebijakan penyedia modal. Uang memang penting tetapi efektabilitas bantuan harus dalam organisasi.
Pengukuran Uang dalan Lingkungan Kebijakan yang Sehat/Baik
Bantuan luar negeri akan memberi dampak besar juga pada negara dengan penguatan managemen ekonomi pada negara yang keliatannya mempunyai banyak berdampak kecil pada kondisi yang sehat dan kekurangan SDM.
·         Studi lintas negara
·         Penelitian tentang keduksedan dan kegagalan proyek oleh World bank
·         Stdi kasus efiktiftas bantuan
Alokasi aktual dari bantuan dipengatuhi strategi kepentingan donor walaupun perilaku tiap donor berbeda, tetapi bantuan bilateral telah membantu pembentukan koloni dan aliansi, daripada keterbukaan ekonomi dan demokratisasi.
Ada 2 alasan untuk merasa optimis bantuan dapat dialokasikan dengan efektif, yaitu:
·         Akhir Perang Dingin mengurangi tekanan penyediaan bantuan untuk strategi aliansi.
·         Telah ada tren dunia melalui reformasi ekonomi di negara berkembang.
Bantuan dapat Menjadi Bidan bagi Kebijakan yang Sehat/Baik.
Dimana bantuan pembangunan pada rezim yang buruk telah menstimulasi reformasi kebijakan, aspek non-finansial dari bantuan telah menjadi faktor yang memungkinkan donor untuk mempromosikan kebiajkannya tanpa kekerasan.
Studi baru-baru ini menunjukkan kesuksesan atau kegagalan pinjaman dapat dilihat dari institusi negara yang ada di bawahnya termasuk faktor sosok kepala negara (demokratis atau otoriter).
Mendukung reformasi kebijakan penggabungan dan estimasi waktu terhadap ide-ide dan dana sangat krusial bagi efektifitas bantuan. Di negara tanpa gerakan perubahan, negara donor dapat mencoba untuk mengurus/merawat melalui analisis, pelatihan, dan bantuan teknis.
Pengukuran Uang dalam Lingkungan Institusional yang Sehat/Baik
Komposisi dan efisiensi pengeluaran publik mempengaruhi pertumbuhan dan pegurangan kemiskinan. Negara dengan sektor publik yang menyediakan servis efektif dan berkualitas adalah kandidat utama penerima bantuan finansial skala besar dan adalah hal yang masuk akal untuk menyediakan beberapa pendanaan umum.
Negara donor harus lebih berani untuk mengurangibantuan kepada negara dengan kualitas sektor publik rendah.
Bantuan dapat Menjadi Bidan untuk Institusi yang Sehat/Baik
Bantuan yang di desain dengan baik dapat mendorong institusi publik dan pemerintahan yang sehat dengan pemeliharaan dan implementasi ide-ide dalam pelayanan servis.
Uang, tetapi Lebih Banyak Ide, Juga
Bantuan luar negeri terlah terkonsentrasikan pada transfer modal dengan sedikit perhatian kepada institusi dan lingkungan kebijakan dimana sumberdaya mengalir.
Poin awal berpusat pada karakteristik lingkungan yang dijanjikan dan bagaiamna donor dapat mempromosikan karakteristiknya. Bantuan efektif apabila:
1.      Agensi fokus pada bentuk jangka panjang
2.      Donor saling bekerjasama bukanny berkompetisi.
Pada contoh kasus yang sukses, negara donor fokus pada transformasi yang lebih besar, bukan proyek individual.
Dengan pemahaman yang lebih baik terhadap pembangunan dan efektifitas bantuan luar negeri dan dengan berakhhirnya tekanan pasca Perang Dingin, ada alasan untuk optimis terhadap reformasi agensi bantuan akan berhasil.
Dengan managemen yang lebih baik dan evaluasi, agen pembangunan dapat menjadi lebih selektif memberi bantuan; lebih memiliki basis pengetahuan dan kemampuan; koordinasi yang lebih terarah, dan kritik pribadi.

Polandia : Kebijakan Privatisasi dalam Pandangan Adam Smith dan John Maynard Keynes serta Peran Polandia dalam Uni Eropa


Polandia : Kebijakan Privatisasi dalam Pandangan Adam Smith dan John Maynard Keynes serta Peran Polandia dalam Uni Eropa

Azizah Syiami Mutik
F1I011015

Abstract

            Poland, continuing its proposal to join the European Union in 1999, was started to recover its political and economic stability by run the state from socialist to democratic states, then liberalized the public facilities sector by privatization up to 85% of frame but keep the 15% to stay holding those productive sector. Clearly, Poland run both theory provide by Adam Smith and John Maynard Keynes very well.
            Reminding its strategic geopolitical position, Poland do interesting East Europe states to join in European Union and release from Rusia’s influences. This strategic of Poland would brings more good than harm to this states to strengthen it’s capacity in European Union as the gate of East Europe.

Key word : Polandia, Privatisasi, Adam Smith, John Maynard Keynes, Uni Eropa.

Pendahuluan
            Polandia merupakan sebuah negara ex-komunis di Eropa Barat dengan ibukota Warsawa. Negara Polandia terkenal dengan perindustrian baja, besi, pertambangan, pengolahan batubara, kimia, perkapalan, kristal dan kaca, serta salah satu pengekspor bahan makanan mentah (daging sapi, kentang) terbesar di Eropa.
            Sebagai anggota Uni Eropa sejak 2004 yang telah mengajukan permohonan bergabung sejak 1999, Polandia secara signifikan melakukan revolusi besar-besaran guna mempersiapkan negaranya untuk bergabung dalam kekuatan pasar terbesar di dunia, Uni Eropa. Perubahan signifikan ini dilakukan dengan menempuh kebijakan liberalisasi ekonomi pada lebih dari 2000 perusahaan nasional dengan mayoritas 85% saham ditangan perseorangan (privat) dimulai pada 1999 dan hingga saat ini, Polandia mencatatkan diri sebagai salah satu negara tersukses dengan sistem ekonomi liberalnya. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah Polandia untuk meliberalisasi sektor-sektor penting adalah dengan privatisasi, yang sebagian besar dilakukan dengan negosiasi penentuan pembagian saham. Sektor-sektor kunci yang masuk dalam daftar privatisasi negara Polandia antara lain: energi; kimia, plastik, dan bahan kimia; keuangan; batubara; pertambangan; farmasi, perminyakan; besi, baja, non-besi, dan bebatuan; pertahanan; konstruksi bangunan dan keramik; perdagangan; kayu, kertas, dan furnitur; pariwisata; logam dan mesin; makanan, gula, daging, industri pertanian, dan indistri pemurnian; tarnsportasi, elektronik, komunikasi, peternakan, dan pembenihan.
            Privatisasi, secara ideologi, berati meminimalkan peran negara. Menurut Steve H. Hanke, privatisasi adalah :
“…..is the transfer of assets and service functions from public to private hands. It includes, therefore, activities that range from selling state – owned enterprise to contracting out public service with private contractor…”[1]
Sementara, menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, privatisasi adalah penjualan saham Persero (Perusahaan Perseorangan), baik sebagaian ataupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat.
Menilik maksud dari privatisasi adalah untuk melepaskan sebagian atau keseluruhan saham badan-badan negara yang menguasai sektor pelayanan publik, sehingga semua resiko dan kemungkinan terjadinya korupsi serta peningkatan kualitas pelayanan, adalah sesuai dengan penjelasan diatas mengenai revolusi perekonomian Polandia ke arah liberalisasi. Berikut akan dibahas mengenai privatisasi dan perkembangan perekonomian Polandia menurut pandangan Smith dan Keynes.
Privatisasi Polandia Menurut Pandangan Adam Smith dan John Maynard Keynes
            Seperti telah dijelaskan diatas, Polandia menjalankan privatisasi sektor-sektor publik secara terukur sejak 1999 dan hingga 2007 dan 77% PDB berada di tangan swasta. Perubahan mendasar juga dilakukan pada struktur Polandia. Hal ini mendatangkan pemasukan besar ke kas negara. Pun pemerintah Polandia telah mencatatkan sejumlah sektor publik ke program akselerasi privatisasi untuk jangga waktu 2008-2011. Polandia memasukkan sektor-sektor ekspor utamanya seperti batubara, besi, perkapalan, kristal dan keramik, serta peternakan guna meningkatkan efisiensi output nasional dan memperluas pasar.
            Perubahan fundamental pada struktur perekonomian membawa dampak baik bagi inovasi Polandia. Pada 2007 terdapat 2.392 hak paten yang didaftarkan, dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahapan awal, privatisasi sektor publik menimbulkan masalah peningkatan harga dan pengangguran, namun dengan kebijakan moneter yang baik, kestabilan politik, dan eratnya kerjasama dapat meredam gejolak tersebut.
            Menurut Adam Smith dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and the Causes of the Wealth of Nation, peran pemerintah dalam perekonomian hendaknya dilakukan seminimal mungkin. Biarkan perekonomian berjalan sebagaimana mekanisme pasar mengaturnya. Adanya invisible hand akan membawa perekonomian pada arah keseimbangan. Smith juga berpendapat bahwa campur tangan pemerintah hanya akan menyebabkan inefisiensi produk yang akhirnya hanya akan merugikan negara itu sendiri. Seharusnya negara menyediakan situasi yang kondusif untuk berlangsungnya pasar.
            Kekuasaan negara harus dibatasi (bukan dihilangkan), terutama pada sistem ekonomi. Smith, secara singkat, menyatakan tiap orang yang mengejar kepentingannya masing-masing adalah lebih baik dan selaras hasilnya bagi tujuan masyarakat, dibanding tiap orang berusaha memajukan masyarakat. Yang dimaksud Smith disini adalah ketika suatu badan usaha negara berada di tangan swasta, usaha untuk mendapatkan keuntungan dengan mengejar laba pribadi akan lebih dinamis dilakukan ketimbang saat badan tersebut berada di bawah kekuasaan pemerintah. Saat swasta mendapat sejumlah keuntungannya, secara langsung pemerintah juga memperoleh profit berupa pajak dari badan tersebut.
            Pada dasaranya privatisasi bertujuan mengoptimalkan fungsi badan tersebut. Dalam korelasinya dengan negara Polandia, pemerintah Polandia telah berhasil mengoptimalkan lebih dari 2000 badan usaha negara dengan metode privatisasi. Kemajuan perekonomian sejak 1999 hingga 2004 menunjukkan kematangan yang membawa Polandia masuk sebagai anggota Uni Eropa yang siap terintegrasi pada pasar global. Polandia dianggap sukses mengaplikasikan motto laissez faire-laissez passer milik Adam Smith.
            Salah satu hal yang tidak dibahas oleh Smith mengenai privatisasi dan campur tangan pemerintah dalam usaha-usaha pelayanan negara adalah “masih adakah peran negara dalam sektor tersebut sehingga mampu menjaga pasar dan menyediakan situasi kondusif?”. John Maynard Keynes menjawab pertanyaan ini, dalam Liberalisme Sosiologi yang menyatakan hubungan anatar individu (aktor privat) lebih bersifat kooperatif dibandingkan hubungan antar negara. Dunia, dengan jumlah jaringan transnasional akan lebih damai. Keynes beranggapan bahwa ketiadaan regulasi pasar yang diciptakan negara akan menyebabkan eksploitasi terhadap sumber daya masyarakat tertentu. Karena hal ini lah Keynes perpendapat bahwa peran negara masih diperlukan dalam derajat tertentu.
            Namun Keynes juga menekankan bahwa peran negara hanya dibutuhkan saat perekonomian pasar mengalami kegagalan. Oleh karena itu, selama pasar masih berjalan normal, maka campur tangan negara tidak diperbolehkan. Dalam keyakinan Keynes, mekanisme pasar akan mengahasilkan kegagalan pembeli. Dikarenakan aktifitas produkti terus berlangsung sehingga penawaran berlimpah dan agregat penawaran lebih besar dari permintaan. Produksi yang terus didorong akan menyebabkan kemampuan atau daya beli tidak mengalami peningkatan. Disinilah letak perbedaan Adam Smith dan John Keynes, Smith tidak menghendaki campur tangan pemerintah dalam bentuk apapun, karena menurutnya dengan meningkatnya penawaran agregat terhadap permintaan maka harga akan menurun dengan sendirinya dan daya beli akan sesuai dengan harga pasar. Di sisi lain, Keynes tidak sependapat dengan Smith, Keynes beranggapan pada saat inilah peranan negara dibutuhkan untuk menstabilkan perekonomian.
            Asumsi Smith bahwa pasar akan selalu mengoreksi diri sendiri, dalam artian menjaga keseimbangan tarik-menarik penawaran dan permintaan adalah tidak selalu benar. Seringkali pasar gagal mempertemukan antara penjual dan pembeli. Keadaan ini menbawa perubahan pada tata politik suatu negara dimana pemerintah diserahi tanggung jawab untuk menjamin nafkah warga masyarakat, menjamin investasi dalam masyarakat, dan mengatur pasar pada keadaan tertentu. Keynes menyatakan campur tangan pemerintah itu berfungsi untuk menjaga kesejahteraan rakyat terus berlangsung dan mengembalikan keadaan pasar yang kurang stabil. Campur tangan ini diwujudkan dalam kebijakan fiskal negara tersebut.
            Kembali pada Polandia, seperti telah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa, meski pemerintah Polandia menyerahkan begitu banyak sektor penting negaranya untuk diprivatisasi, namun tidak mencakup seluruh saham yang dimiliki, presentasi saham yang dijual masih berkisar 75-85 persen, dengan kata lain, 15% saham masih berada dalam pengawasan pemerintah sesuai dengan teori Keynes, bahwa negara diharapkan masih memiliki peran dalam menjaga kelangsungan pasar serta kesejahteraan masyarakat.
Peran Polandia dalam Uni Eropa
            Uni Eropa seperti kita tahu tengah mengalami 4 permasalahan utama dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Faktor “the Rissing China and India” sebagai pengaruh eksternal besar dalam perekonomian; globalisasi yang menimbulkan wacana migrasi; wacana reformasi Uni Eropa sebagai usaha menghadang kekuatan eksternal (China); dan isu perluasan keanggotaan Uni Eropa.
            Eropa yang terdiri dari 27 negara selain Norwegia dan Rep. Islandia juga memiliki beberapa negara-negara ex-komunisme Sovyet yang masih menunggu persetujjuuan untuk bergabung. Begitu juga Turki dan Ukraina yang menimbulkan polemik mengenai migrasi keduanya dalam konstelasi perekonomian dan polirik Eropa, mengingat stabilitas domestik yang masih terjadi tekanan mayoritas terhadap minoritas serta perbedaan mendasar pada sejarah. Seperti kita tahu bahwa Uni Eropa mennyaratkan perekonomian domestik dan ekspor-impor yang stabil serta kemiripan sejarah serta kondisi politik yang aman untuk bergabung. Standar yang tinggi ini dimaksudkan untuk menjaga kekompakkan negara-negara Uni Eropa dan menghindari perpecahan disebabkan perbedaan pandangan.
            Peran Polandia dalam keluarga besar Uni Eropa memiliki sejarah yang panjang sejak terlepasnya dari komunisme dan menuju demokratisasi. Berulangkali Polandia berada pada krisis kehilangan identitas antara komunis dan demokrasi pada masa awal. Posisi Polandia dalam Uni Eropa berkaitan terletak pada keinginan Polandia untuk menarik negara-negera bekas jajahan Sovyet untuk terlepas dari pengaruh Rusia dan cenderung ke Eropa serta hubngan transatlantik dengan Amerika. Hal ini dikarenakan letak geografis Polandia sebagai gerbang menuju Eropa Timur, apabila strategi ini berhasil dan negara-negara ex-komunis bergabung dalam Uni Eropa, maka akan memeperkuat posisi Polandia di Uni Eropa dan mengarahkan suara Uni Eropa melalui negara-negara Eropa Timur. Polandia juga memainkan peran untuk menyatukan semua negara-negara Eropa Timur untuk berada dibawah satu payung bersama yaitu Europeans. Tercatat pula peran Polandia dalam Uni Eropa pada 2008 sebagai tuan rumah Konferensi Iklim dan Perlindungan Iklim di Poznan.
            Menurut Mantan Presiden Polandia, Aleksander Kwasniewski, dalam perkembangannya setelah tergabung dalam Uni Eropa, Polandia ingin menjadi pemain yang kuat, dalam artian positif. Seperti dikutip dari wawancara wartawan Tempo dengan Aleksander Kwasniewski setahun sebelum pemilu Polandia:
            “...Kita ingin memainkan peran dalam keamanan Eropa. Ingin bermain untuk kesejahteraan Eropa: pasar bersama, perkembangan teknologi tinggi. Dan kita juga mau jadi mitra yang loyal dalam isu-isu Eropa. Kita ingin jadi mitra serius, penuh kepastian, dan loyal. Tentu kita ingin peranan yang istimewa, mungkin peran unik, antara hubungan Uni Eropa dan negara-negara Timur. Dengan Ukraina, Belarusia, Rusia. Juga hubungan transatlantik, antara Eropa dan Amerika Serikat”[2].
Dalam pandangan Kwasniewski, harapan agar Rusia masuk dalam konstelasi Uni Eropa juga bukan merupakan ekspektasi yang terlalu muluk dari Polandia, mengingat pemilihan presiden Rusia yang saat itu hampir berlangsung dan kecenderungan pemimpin partai oposisi Rusia, Grigory Yavlinsky, untuk bergabung dengan Uni Eropa. Namun menurutnya, yang terpenting adalah memelihara hubungan terbaik dengan Rusia.
Kesimpulan
Polandia mengambil langkah besar setelah revolusi politiknya dari komunis menuju demokrasi, disusul revolusi ekonomi besar-besaran sejak 1999, Polandia telah berhasil menjalankan motto laissez faire-laissez passer yang diusung oleh Adam Smith dengan privatisasi lebih dari 2000 perusahaan yang memegang peranan domestik dan ekspor sebesar 75-85% saham kepada privat. Namun privatisasi ini tidak begitu saja menghilangkan peranan pemerintah, seperti diungkapkan Keynes bahwa negara masih harus menjaga stabilitas pasar saat terjadi kegagalan pembelian dan menjaga kesejahteraan rakyat terus berlangsung. Hal ini dipraktekkan dengan pemerintah Polandia yang masih memegang 15% saham perusahaan tersebut dan menetapka kebijakan fiskal. Saat ini Polandia mencatatkan diri sebagai salah satu kisah sukses negara yang meliberalisasi badan-badan usaha negara menjadi privat.
Bersamaan dengan semakin menguatnya kondisi politik yang disusul perekonomian, Polandia semakin matang dalam konstelasi Uni Eropa, ditambah strateginya untuk memasukkan negara-negara ex-komunis kedalam Uni Eropa berkaitan dengan posisi geopolitiknya sebagai gerbang menuju Eropa Timur, semakin menguatkan posisi Polandia dalam konstelasi Uni Eropa. Terintegrasinya Polandia kedalam Uni Eropa memberikan begitu banyak manfaat secara keamanan, perekonomian, dan politik luar negeri.

DAFTAR PUSTAKA

·         Budiono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta. Andi Offset
·         Sukirno, Sadono. 1982. Ekonomi Pembangunan-Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Kuala Lumpur. Bima Grafika
·         Beling, Williard dan George Totten. 1985. Modernisasi-Masalah Model Pembangunan. Jakarta. CV Rajawali.
·         Deliarnov. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
·         Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Pembangunan- Ikhtisar Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta. MW Mandala
·         Zakaria, Endang. 2010. Jurnal : Privatisasi Perusahaan Publik ditinjau dari Teori tentang Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi. Jakarta. UMJ
·         http://www.polska.pl/


[1] Zakaria, Endang. Privatisasi Perusahaan Publik Ditinjau dari Teori Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi. Hal 3.

Minggu, 09 Desember 2012

...Pesta Rumah HI 2

well, mengingat dan menimbang bahwa banyak foto yang belum di publikasikan, jadi posting hari ini masih tetep bahas Pesta Rumah HI ya?
memang bukan pesta luar biasa seperti di universitas lain, tapi untuk first party ini worth enough laaah. yuk cus ke fotonya...




Jumat, 07 Desember 2012

Pesta Rumah HI 2012







nah nah tadi diawal sudah saya post kalo selain urusan perkuliahan, blog ini juga akan berisi sedikit curhatan. and this is the time for sharing story :D
malem ini, 7 Desember 2012, adik-adik mahasiswa HI UNSOED 2012 menghelat acara Pesta Rumah HI yg pertama di Cafe Oemah Daun. ini mungkin konsepnya mirip KNP-nya HI UGM, yah kami memang sedikit banyak mencontoh saudara tua kami ini :D
memang ga semua mahasiswa/i datang. tapi cukup menyemarakkan suasana. pernyataan rasa cinta adik-adik 2012 buat kakak-kakak 2011 ga bisa dipungkiri membuat kami dag dig dug.
tema vintage yang dipilih juga ternyata tidak menghalangi semua tampil all out, meski awalnya bingung cari referensi dress yg tepat. so here it is. maaf banyakan foto saya nya haha

ASEAN-UNI EROPA


Tugas Paper Institusi Internasional
Nama   : Azizah Syiami Mutik
NIM    : F1I011015

Tema   : ASEAN-UNI EROPA
Pendahuluan
Dewasa ini, globalisasi sudah menjadi perbicaraan banyak orang. Banyak yang meyakini globalisasi hanyalah terminologi baru namun eksistensinya telah lama ada. Secara garis besar, globalisasi dapat diartikan proses saling terintegrasinya masyarakat dunia sehingga apa yang terjadi disalah satu wilayah akan sangat mungkin berdampak di daerah lain. Dalam tingkatan negara-bangsa, dapat memengaruhi kebijakan luar negeri dan hubungan antar negara bangsa.  Tandjuddin Noer Effendi menyatakan
Ia -globalisasi- tidak hanya mengubah kehidupan sehari-hari tetapi juga menciptakan kekuatan-kekuatan internasional baru. Bahkan disadari atau tidak, globalisasi telah menransformasikan ruang dan waktu serta institusi-institusi, baik sosial, budaya, maupun ekonomi[1].
Seperti telah dijelaskan diatas, globalisasi berkaitan dengan kekuatan-kekuatan internasional. Dijelaskan bahwa salah satu upaya untuk menangkal implikasi negatif dari globalisasi pada tingakatn negara bangsa di bidak ekonomi, politik, budaya, dan ketahanan adalah diperlukannya suatu upaya bersama, yaitu dengan regionalisme.
Regionalisme atau kawasan sendiri emmiliki beberapapengertian dan ruang lingkup. Salah satunya pendapat Louis Cantori dan Steven Spiegel menyatakan
kawasan sebagai dua atau lebih negara yang saling berinteraksi dan memiliki kedekatan geografis, kesamaan etnis, bahasa, budaya, keterikatan sosial dan sejarah dan perasaan identitas yang seringkali meningkat disebabkan adanay aksi atau tindakan dari negara-negara luar kawasan[2].
Selanjutnya saya akan mencoba menjawab beberapa poin pertanyaan berkaitan dengan ASEAN dan Uni Eropa.

·         Peran Uni Eropa dalam membangun masyarakat global
Masyarakat global dalam hal ini adalah masyarakat ekonomi global, maka kita perlu merujuk pada sejarah Uni Eropa sendiri. Pada awal berdirinya, 6 negara di Eropa yaitu Belgia, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, dan Luxemburg mengadakan kerjasama di bidang batubara dan baja dengan perjanjian Paris 1951, selanjutnya lahir perjanjian Roma 1957 dimana keeman negara tersebut membentuk komunitas baru, yaitu European Economic Community.
Uni Eropa memang didasarkan pada kerjasama ekonomi dengan nama European Economic Community. Seiring berkembangnya perdagangan dan kerjasama ekonomi antara negara, European Economy Community berubah menjadi European Community dan akhirnya menjadi European Union atau Uni Eropa, menunjukkan perubahan tidak lagi hanya sekedar hubungan ekonomi tetapi juga merambah sektor politik, kebijakan luar negeri, ketahanan, dan lain-lain.
Beberapa usaha Uni Eropa membuka hubungan perekonomian/dagang, antar lain ratifikasi hukum mengenai buruh dan lapangan kerja yang baik. Komisi Uni Eropa menyadari bahwa ditengah tuntutan global, bukan hanya modal uang dan barang saja yang dapat berpindah, tetapi juga tenaga kerja, disamping itu 80% tenaga kerja tidak mendapat upah sesuai dan bekerja di sektor yang tidak aman dan tidak sesuai dengan keahliannya, untuk itu Komisi Uni Eropa mempersiapkan peningkatan keahlian tenaga kerja dan lapangan pekerjaan yang aman dan upah bagi para buruh[3].
Di samping itu, Uni Eropa membuka peluang sebesar-besarnya bagi kontribusi apapun, baik investasi, tenaga kerja, barang dan jasa tidak hanya dari sesama negara maju tetapi juga negara berkembang.
Uni Eropa secara berkala mengadakan pertemuan dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada, China, India, dan Rusia. Pertemuan ini membahas berbagai hal termasuk pendidikan, lingkungan, kriminalitas, dan hak asasi manusia[4]. Pertemuan ini guna menjaga hubungan baik dan tentunya menguatkan kerjasama ekonomi. Bersama Amerika Serikat, UE melakukan kerjasama di bidang manajemen krisis dan penanggulangan konflik. UE juga berusaha menjalin kerjasama dalam hal perubahan iklim dan sistem perbankan dalam pemulihan dari krisis ekonomi yang melanda dunia.
Bersama Rusia, UE menguatkan kerjasama dalam bidang minyak dan gas sebagai bahan mentah yang banyak dibutuhkan di Eropa. Demikian dengan beberapa negara seperti Belarus, Georgia, Ukraina, Moldova, Armania, Azerbaijan untuk memasukkan mereka dalam perdagangan bebas Eropa dengan syarat reformasi politik dan perekonomian menyesuaikan tatanan UE.
Seperti dikatakan diatas bahwa UE tidak menutup pintu kerjasama dengan negara berkembang, seperti Asia dan Amerika Latin. Dalam hal kerjasama regional, UE menyadari cepatnya pertumbuhan negara-negara yang menjadi rekanan ASEAN, untuk itu UE telan mencanangkan “enhanced-partnership” yang merefleksikan perimbangan kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya.
Bersama Indonesia, UE menjalin kerjasama dalam bidang penerbangan dengan kesepakatan diperbolehkannya maskapai Eropa mendarat di setiap bandara Internasional Indonesia, demikian pula sebaliknya. Selain itu kerjasama dibidang penanggulangan bencana sangat ditekankan oleh UE mengingat dunia semakin rapuh dan bencana alam semakin diluar perkiraan manusia, sehingga UE menganggap belajar dari pengalaman ASEAN, terutama Indonesia dan Thailand adalah cara paling baik untuk mempersiapkan kawasan mereka dari ancaman bencana dan menyelamatkan serta membangun kembali apa yang telah hilang. UE menekankan sekali pentingnya kerjasama dibidang ini, mencakup pula deforestasi dan humanitarian aid.
·         Persamaan dan perbedaan ASEAN dan Uni Eropa
Persamaan antara ASEAN and UE tentunya berkaitan dengan regionalitas keduanya. Tidak diragukan bahwa Uni Eropa merupakan prototype integrasi kawasan yang berhasil dan memberi kontribusi besar terhadap perekonomian dunia dan menjadi contoh regional yang berhasil, meski saat ini masih menghadapi utang internasional yang tinggi dan masalah Yunani yang disebut-sebut sebagai failed country.
ASEAN, ditengah krisis 2007-2008, dianggap sangat baik menghadapi krisis dan menjadi regional yang menjanjikan bagi investasi dan kerjasama antar regional dan dengan mitra dialog. Dengan munculnya istilah The Asian Miracle semakin membuat ASEAN menarik dimata negaga-negara dunia.
Dengan 580 juta penduduk dan GDP lebih dari 1,1 triliun $US, tidak diragukan lagi, ASEAN adalah pasar yang sangat prospektif.
Perbedaan antara ASEAN dan Uni Eropa antara lain:
1.      Dasar pembentukan. Seperti telah dijelaskan diatas, Uni Eropa terbentuk atas dasar kerjasama ekonomi antar negara-negara anggotanya dengan nama European Economic Community selanjutnya melebarkan sayap ke politik, kebijakan luar negeri, dan lain-lain. Sementara ASEAN sejak awal didirikan dengan dasar pertahanan politik guna menghindari terpaan komunisme yang sedang meluas pasca Perang Dunia II.
2.      Kesenjangan antar anggota. Negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa secara umum memiliki tingkat perekonomian, kesejahteraan, dan pendapatan per kapita yang tidak jauh berbeda. Sementara bagi mayoritas negara berkembang di ASEAN, secara perekonomian terdapat ketimpangan antara beberapa negara. Singapura dan Brunei Darussalam contohnya, memiliki pendapatan per kapita yang sangat tinggi, diikuti dengan kesejahteraan rakyatnya yang baik, sementara untuk beberapa negara lain masih jauh dibawahnya.
3.      Kebijakan. Meski digadang-gadang akan menjadi kekuatan ekonomi Asia, masalah kesenjangan membuat negara-negara ASEAN tidak sepenuhnya menjawab tantangan integrasi ekonomi, ASEAN tidak “all out” dalam hal kebijakan pasar kawasan. Sementara UE tidak menganggap hal tersebut masalah besar mengingat tidak adanya kesenjangan ekonomi antar negara anggota.
4.      Luas pasar dan sifat komplementaritas. Pasar Eropa sangat besar sehingga anggotanya menggantungkan sekitar 70% perdagangannya pada ekspor-impor dalam kawasan. Sementara negara-negara ASEAN hanya menggantungkan 20% total perdagangannya dikarenakan masih lebih banyak melakukan kerjasama perdagangan secara individu dengan negara luar kawasan dikarenakan nilai perbandingan yang lebih rendah.
5.      Dukungan. UE...mendapat dukungan yang sangat besar, tidak hanya dari pemerintah masing-masing negara Eropa yang merupakan negara maju, tetapi juga dari pelaku bisnis dan masyarakat Eropa itu sendiri[5]. Sementara masyarakat ASEAN sendiri lebih sering tidak mengetahui perjanjian apa saja yang telah dilakukan dan implementasinya terhadap usaha mereka. Kurangnya edukasi dan sosialisasi menyebabkan rakyat yang menjadi korban. Contohnya saat FTA dijalankan, pasar dipenuhi barang-barang impor dengan kualitas lebih baik dan harga jauh lebih murah. Masyarakat dengan usaha kecil menengah banyak yang rugi dan akhirnya gulung tikar.
6.      Masalah dalam negeri. Mengingat negara-negara Eropa yang sekian lama terintegrasi dan membangun perekonomian dan politik dengan satu acuan yaitu European Foreign Policy membuat kawasan ini telah mantab dan matang secara politik di dalam negeri. Sementara negara-negara ASEAN, selain ditekan dengan arus globalisasi, pun masih berurusan dengan proses demokratisasi, isu terorisme, kudeta dalam negeri, bencana alam, kemiskinan, sengketa antar agama dan kelompok, perselisihan batas wilayah, hingga kesenjangan ekonomi dalam negeri antara warga miskin dan kaya. Belum lagi isu-isu korupsi yang tidak habis-habisnya.
7.      Daya saing. Kemapanan secara ekonomi tentunya diikuti dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang semakin tinggi, demikianlah yang terjadi di Uni Eropa. Warga negara-negara anggota mayoritas memiliki keahlian yang mumpuni di berbagai bidang industrial dan jasa. Sementara ASEAN, sebagai contoh Indonesia, dengan kemapanan yang masih belum setinggi tetangga dekat Singapura dan Brunie, dan berbasis agraris serta nominal pendidikan yang melonjak tinggi menyebabkan kurangnya tenaga ahli yang benar-benar didayagunakan dalam menggerakkan dan menguatkan perekonomian domestik.
8.      Benarlah pendangan Margot Wallström bahwa rekanan ASEAN banyak yang mencapai pertumbuhan ekonomi menakjubkan. Dalam perspektif Dependensia, ASEAN merupakan pasar yang besar bagi barang jadi atau high value added product dari negara- negara industri, dan sebagai penghasil barang mentah atau low value added product. Sementara UE dengan industri yang mumpuni mampu mengolah sendiri low value added product-nya menjadi high value added product untuk dijual di pasar yang menjanjikan seperti Asia. Selain itu konsumsi warga Eropa sendiri telah beralih pada barang konsumsi tahan lama.
Sekian banyak perbandingan tadi tidak dimaksudkan untuk mengucilkan ASEAN, tetapi sebagai bahan komparasi sejauh mana ASEAN telah berkembang menuju integrasi kawasan yang sukses seperti Uni Eropa. Remediasi mestinya menjadi salah satu langkah pasti yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN untuk meninggatkan kapabilitasnya di level global dan memberikan nilai tawar di  dalam hubungan internasional.
·         Prospek free trade area di Eropa dan kerjasama Uni Eropa-ASEAN
Secara resmi, UE dan ASEAN pertama kali mengadakan ikatan kerjasama pada 1977. Selanjutnya kerjasama UE dan ASEAN diperkuat dengan penandatanganan perjanjian ASEAN-MEE pada 1980. Hal ini dilakukan agar kerjasama interregional antara ASEAN dan UE semakin berkembang.
Di samping itu, dibentuk juga Tsia EU-ASEAN Global Analysis Report: 6 Executive Summary yang mencakup hubungan kerjasama dalam bidangn politik keamanan, ekonomi perdagangan, sosial budaya, dan proses pembangunan.
Mengarah ke kawasan perdagangan bebas, ASEAN dan UE mengadakan dialog dan kerjasama untuk meningkatkan hubungan UE dan ASEAN dengan nama Trans Regional EU-ASEAN Trade Initiative (TREATI) pada 2003. Peningkatan kerjasama ini mencakup tukar pendapat dan pengembangan komitmen aturan kerjasama kawasan. TREATI merupakan rintisan bagi kesepakatan perdagangan yang lebih baik di kemudian hari. Sebagai tindak lanjut dari TREATI, dibentuklah Vision Group yang bertugas menilai kelayakan inisiatif baru, termasuk Free Trade Area untuk meningkatkan ekonomi ASEAN-UE. Pada 23 Juni 2007 akhirnya Dewan Eropa memberi wewenang kepada Komisi Eropa untuk mulai membicarakan prospek perdagangan bebas antara ASEAN dan UE.
Dalam perdagangan bebas antarkawasan ini, UE menganggap ASEAN merupakan rekanan yang menjanjikan peningkatan positif, begitu pula sebaliknya. 12% pasar ekspor ASEAN adalah UE dengan barang ekspor alat kantor, aksesoris pakaian, apparel, sepatu, dan lain-lain. 10% impor ASEAN berasal dari UE. Sementara, 4% ekspor UE adalah pasar ASEAN dengan barang ekspor berupa perangkat listrik, alat komunikasi, dan transportasi (kecuali transportasi darat).
Terindikasi ekspor ASEAN ke UE lebih besar daripada impor yang dilakukan. Menurut Agung Setyo Wibowo, dampak free trade area antara UE dan ASEAN sama-sama memberikan implikasi positif pada keduanya, hanya dapat dikatakan ASEAN memperoleh keuntungan yang lebih besar dari kerjasama perdagangan ini antara lain: peningkatan GDP, pendapatan, perdagangan, dan lapangan pekerjaan. Sementara UE memperoleh keuntungan juga meski tidak sebesar ASEAN[6].
Aliran modal yang besar juga menjadi motor penggerak yang sangat vital. Thailand sebagai negara yang memperoleh Foreign Direct Investment (FDI). Sebesar 63% penggerak perekonomiannya berasal dari FDI-UE, sementara Vietnam mengalami perkembangan paling pesat diantara negara-negara ASEAN dengan perkiraan PDB jangka panjang sebesar 15%.
Beberapa langkah yang diambil dalam kebijakan free trade ASEAN-UE adalah pengurangan tarif; liberalisasi jasa; penghilangan hambatan non tarif. Aspek kunci free trade area ASEAN-UE adalah sejauh mana liberalisasi dan reformasi sektor keuangan yang menyertainya, memungkinkan dan mendukung investasi UE lebih besar di pasar keuangan dan asuransi ASEAN.
Kesimpulan
Uni Eropa, sejak terbentuknya, telah jelas memilih haluan yaitu kerjasama ekonomi. Didasarka pada ketidakmampuan satu negara memenuhi segala kebutuhannya sendiri dan dan menjawab tantangan global secara lebih komprehensif, regionalisme menjadi jawaban.
Dalam konteks ASEAN, kerjasama perekonomian bukanlah basic integrasi kawasan, sehingga dalam menjajaki tantangan globalisasi dan integrasi ekonomi dunia, kebijakan-kebijakan ASEAN belum menunjukkan semua potensi yang dimilikinya. Seperti telah dijelaskan diatas, ASEAN masih menjadi penyuplai barang mentah (low value added product) dan pasar bagi barang-barang jadi (high value added product) dari negara-negara industrial.
Hubungan kerjasama yang “enhanced partnership” diharapkan dapat semakin menggerakkan perekonomian ASEAN agar dapat menjadi kawasan perekonomian yang bukan hanya menjanjikan bagi investor tetapi juga membawa kesejahteraan yang lebih baik pagi masyarakat ASEAN dan pasar dalam negeri.





Daftar Pustaka
·         Baldwin, Robert E. 1981. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara Berkembang. Jakarta. Bina Aksara.
·         Biola, Donatella M. 2000. European Foreign Policy and the European Parliament in the 1990s. Britain. Anthony Rowe Ltd.
·         Effendi, Tandjuddin Noer. 2003. “Globalisasi dan Kemiskinan”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. November: 143
·         Miryanti, Renny. 2011. “Peluang dan Tantangan dalam Membangun Masyarakat ASEAN 2015 : Menengok ASEAN dan Uni Eropa”. Insignia. Oktober: 1-11.
·         Winantyo, R dkk. 2008. Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Jakarta. Elex Media Komputindo-Kompas Gramedia.
·         http://ec.europa.eu/trade/about/global-markets/ diakses 17 Juni 2012


[1] Effendi, Tandjuddin Noer. 2003. “Globalisasi dan Kemiskinan”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. November: 143
[2] Louis Cantori dan Steven Spiegel dalam Miryanti, Renny. 2011. “Peluang dan Tantangan dalam Membangun Masyarakat ASEAN 2015 : Menengok ASEAN dan Uni Eropa”. INSIGNIA. Oktober : 5
[3] Disarikan dari pidato Margot Wallström, Wakil Presiden Komisi Uni Eropa di Brussel 7 Oktober 2008
[5] Miryanti, Reni. 2011. “Peluang dan Tantangan dalam Membangun Masyarakat ASEAN 2015 : Menengok ASEAN dan Uni Eropa”. INSIGNIA. Oktober : 8.