Polandia : Kebijakan Privatisasi
dalam Pandangan Adam Smith dan John Maynard Keynes serta Peran Polandia dalam
Uni Eropa
Azizah
Syiami Mutik
F1I011015
Abstract
Poland, continuing its proposal to join the European Union
in 1999, was started to recover its political and economic stability by run the
state from socialist to democratic states, then liberalized the public
facilities sector by privatization up to 85% of frame but keep the 15% to stay
holding those productive sector. Clearly, Poland run both theory provide by
Adam Smith and John Maynard Keynes very well.
Reminding
its strategic geopolitical position, Poland do interesting East Europe states
to join in European Union and release from Rusia’s influences. This strategic
of Poland would brings more good than harm to this states to strengthen it’s
capacity in European Union as the gate of East Europe.
Key word :
Polandia, Privatisasi, Adam Smith, John Maynard Keynes, Uni Eropa.
Pendahuluan
Polandia merupakan sebuah negara
ex-komunis di Eropa Barat dengan ibukota Warsawa. Negara Polandia terkenal
dengan perindustrian baja, besi, pertambangan, pengolahan batubara, kimia,
perkapalan, kristal dan kaca, serta salah satu pengekspor bahan makanan mentah
(daging sapi, kentang) terbesar di Eropa.
Sebagai anggota Uni Eropa sejak 2004
yang telah mengajukan permohonan bergabung sejak 1999, Polandia secara
signifikan melakukan revolusi besar-besaran guna mempersiapkan negaranya untuk
bergabung dalam kekuatan pasar terbesar di dunia, Uni Eropa. Perubahan
signifikan ini dilakukan dengan menempuh kebijakan liberalisasi ekonomi pada
lebih dari 2000 perusahaan nasional dengan mayoritas 85% saham ditangan
perseorangan (privat) dimulai pada 1999 dan hingga saat ini, Polandia
mencatatkan diri sebagai salah satu negara tersukses dengan sistem ekonomi
liberalnya. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah Polandia untuk
meliberalisasi sektor-sektor penting adalah dengan privatisasi, yang sebagian
besar dilakukan dengan negosiasi penentuan pembagian saham. Sektor-sektor kunci
yang masuk dalam daftar privatisasi negara Polandia antara lain: energi; kimia,
plastik, dan bahan kimia; keuangan; batubara; pertambangan; farmasi,
perminyakan; besi, baja, non-besi, dan bebatuan; pertahanan; konstruksi
bangunan dan keramik; perdagangan; kayu, kertas, dan furnitur; pariwisata;
logam dan mesin; makanan, gula, daging, industri pertanian, dan indistri
pemurnian; tarnsportasi, elektronik, komunikasi, peternakan, dan pembenihan.
Privatisasi, secara ideologi, berati
meminimalkan peran negara. Menurut Steve H. Hanke, privatisasi adalah :
“…..is the transfer of assets
and service functions from public to private hands. It includes, therefore,
activities that range from selling state – owned enterprise to contracting out
public service with private contractor…”[1]
Sementara,
menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, privatisasi adalah penjualan saham
Persero (Perusahaan Perseorangan), baik sebagaian ataupun seluruhnya, kepada
pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar
manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat.
Menilik
maksud dari privatisasi adalah untuk melepaskan sebagian atau keseluruhan saham
badan-badan negara yang menguasai sektor pelayanan publik, sehingga semua resiko
dan kemungkinan terjadinya korupsi serta peningkatan kualitas pelayanan, adalah
sesuai dengan penjelasan diatas mengenai revolusi perekonomian Polandia ke arah
liberalisasi. Berikut akan dibahas mengenai privatisasi dan perkembangan
perekonomian Polandia menurut pandangan Smith dan Keynes.
Privatisasi
Polandia Menurut Pandangan Adam Smith dan John Maynard Keynes
Seperti telah dijelaskan diatas,
Polandia menjalankan privatisasi sektor-sektor publik secara terukur sejak 1999
dan hingga 2007 dan 77% PDB berada di tangan swasta. Perubahan mendasar juga
dilakukan pada struktur Polandia. Hal ini mendatangkan pemasukan besar ke kas
negara. Pun pemerintah Polandia telah mencatatkan sejumlah sektor publik ke
program akselerasi privatisasi untuk jangga waktu 2008-2011. Polandia
memasukkan sektor-sektor ekspor utamanya seperti batubara, besi, perkapalan,
kristal dan keramik, serta peternakan guna meningkatkan efisiensi output
nasional dan memperluas pasar.
Perubahan fundamental pada struktur
perekonomian membawa dampak baik bagi inovasi Polandia. Pada 2007 terdapat
2.392 hak paten yang didaftarkan, dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahapan awal, privatisasi sektor publik menimbulkan masalah peningkatan harga
dan pengangguran, namun dengan kebijakan moneter yang baik, kestabilan politik,
dan eratnya kerjasama dapat meredam gejolak tersebut.
Menurut Adam Smith dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and the Causes of
the Wealth of Nation, peran pemerintah dalam perekonomian hendaknya
dilakukan seminimal mungkin. Biarkan perekonomian berjalan sebagaimana
mekanisme pasar mengaturnya. Adanya invisible hand akan membawa perekonomian
pada arah keseimbangan. Smith juga berpendapat bahwa campur tangan pemerintah
hanya akan menyebabkan inefisiensi produk yang akhirnya hanya akan merugikan
negara itu sendiri. Seharusnya negara menyediakan situasi yang kondusif untuk
berlangsungnya pasar.
Kekuasaan negara harus dibatasi
(bukan dihilangkan), terutama pada sistem ekonomi. Smith, secara singkat,
menyatakan tiap orang yang mengejar kepentingannya masing-masing adalah lebih
baik dan selaras hasilnya bagi tujuan masyarakat, dibanding tiap orang berusaha
memajukan masyarakat. Yang dimaksud Smith disini adalah ketika suatu badan
usaha negara berada di tangan swasta, usaha untuk mendapatkan keuntungan dengan
mengejar laba pribadi akan lebih dinamis dilakukan ketimbang saat badan
tersebut berada di bawah kekuasaan pemerintah. Saat swasta mendapat sejumlah
keuntungannya, secara langsung pemerintah juga memperoleh profit berupa pajak
dari badan tersebut.
Pada dasaranya privatisasi bertujuan
mengoptimalkan fungsi badan tersebut. Dalam korelasinya dengan negara Polandia,
pemerintah Polandia telah berhasil mengoptimalkan lebih dari 2000 badan usaha
negara dengan metode privatisasi. Kemajuan perekonomian sejak 1999 hingga 2004
menunjukkan kematangan yang membawa Polandia masuk sebagai anggota Uni Eropa
yang siap terintegrasi pada pasar global. Polandia dianggap sukses
mengaplikasikan motto laissez
faire-laissez passer milik Adam Smith.
Salah satu hal yang tidak dibahas
oleh Smith mengenai privatisasi dan campur tangan pemerintah dalam usaha-usaha
pelayanan negara adalah “masih adakah peran negara dalam sektor tersebut
sehingga mampu menjaga pasar dan menyediakan situasi kondusif?”. John Maynard
Keynes menjawab pertanyaan ini, dalam Liberalisme Sosiologi yang menyatakan
hubungan anatar individu (aktor privat) lebih bersifat kooperatif dibandingkan
hubungan antar negara. Dunia, dengan jumlah jaringan transnasional akan lebih
damai. Keynes beranggapan bahwa ketiadaan regulasi pasar yang diciptakan negara
akan menyebabkan eksploitasi terhadap sumber daya masyarakat tertentu. Karena
hal ini lah Keynes perpendapat bahwa peran negara masih diperlukan dalam
derajat tertentu.
Namun Keynes juga menekankan bahwa
peran negara hanya dibutuhkan saat perekonomian pasar mengalami kegagalan. Oleh
karena itu, selama pasar masih berjalan normal, maka campur tangan negara tidak
diperbolehkan. Dalam keyakinan Keynes, mekanisme pasar akan mengahasilkan kegagalan
pembeli. Dikarenakan aktifitas produkti terus berlangsung sehingga penawaran
berlimpah dan agregat penawaran lebih besar dari permintaan. Produksi yang
terus didorong akan menyebabkan kemampuan atau daya beli tidak mengalami
peningkatan. Disinilah letak perbedaan Adam Smith dan John Keynes, Smith tidak
menghendaki campur tangan pemerintah dalam bentuk apapun, karena menurutnya
dengan meningkatnya penawaran agregat terhadap permintaan maka harga akan
menurun dengan sendirinya dan daya beli akan sesuai dengan harga pasar. Di sisi
lain, Keynes tidak sependapat dengan Smith, Keynes beranggapan pada saat inilah
peranan negara dibutuhkan untuk menstabilkan perekonomian.
Asumsi Smith bahwa pasar akan selalu
mengoreksi diri sendiri, dalam artian menjaga keseimbangan tarik-menarik
penawaran dan permintaan adalah tidak selalu benar. Seringkali pasar gagal
mempertemukan antara penjual dan pembeli. Keadaan ini menbawa perubahan pada
tata politik suatu negara dimana pemerintah diserahi tanggung jawab untuk
menjamin nafkah warga masyarakat, menjamin investasi dalam masyarakat, dan
mengatur pasar pada keadaan tertentu. Keynes menyatakan campur tangan
pemerintah itu berfungsi untuk menjaga kesejahteraan rakyat terus berlangsung
dan mengembalikan keadaan pasar yang kurang stabil. Campur tangan ini
diwujudkan dalam kebijakan fiskal negara tersebut.
Kembali pada Polandia, seperti telah
dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa, meski pemerintah Polandia menyerahkan
begitu banyak sektor penting negaranya untuk diprivatisasi, namun tidak
mencakup seluruh saham yang dimiliki, presentasi saham yang dijual masih
berkisar 75-85 persen, dengan kata lain, 15% saham masih berada dalam
pengawasan pemerintah sesuai dengan teori Keynes, bahwa negara diharapkan masih
memiliki peran dalam menjaga kelangsungan pasar serta kesejahteraan masyarakat.
Peran
Polandia dalam Uni Eropa
Uni Eropa seperti kita tahu tengah
mengalami 4 permasalahan utama dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Faktor “the Rissing China and India” sebagai pengaruh eksternal besar dalam
perekonomian; globalisasi yang menimbulkan wacana migrasi; wacana reformasi Uni
Eropa sebagai usaha menghadang kekuatan eksternal (China); dan isu perluasan
keanggotaan Uni Eropa.
Eropa yang terdiri dari 27 negara
selain Norwegia dan Rep. Islandia juga memiliki beberapa negara-negara
ex-komunisme Sovyet yang masih menunggu persetujjuuan untuk bergabung. Begitu
juga Turki dan Ukraina yang menimbulkan polemik mengenai migrasi keduanya dalam
konstelasi perekonomian dan polirik Eropa, mengingat stabilitas domestik yang
masih terjadi tekanan mayoritas terhadap minoritas serta perbedaan mendasar
pada sejarah. Seperti kita tahu bahwa Uni Eropa mennyaratkan perekonomian
domestik dan ekspor-impor yang stabil serta kemiripan sejarah serta kondisi politik
yang aman untuk bergabung. Standar yang tinggi ini dimaksudkan untuk menjaga
kekompakkan negara-negara Uni Eropa dan menghindari perpecahan disebabkan
perbedaan pandangan.
Peran Polandia dalam keluarga besar
Uni Eropa memiliki sejarah yang panjang sejak terlepasnya dari komunisme dan
menuju demokratisasi. Berulangkali Polandia berada pada krisis kehilangan
identitas antara komunis dan demokrasi pada masa awal. Posisi Polandia dalam
Uni Eropa berkaitan terletak pada keinginan Polandia untuk menarik negara-negera
bekas jajahan Sovyet untuk terlepas dari pengaruh Rusia dan cenderung ke Eropa
serta hubngan transatlantik dengan Amerika. Hal ini dikarenakan letak geografis
Polandia sebagai gerbang menuju Eropa Timur, apabila strategi ini berhasil dan
negara-negara ex-komunis bergabung dalam Uni Eropa, maka akan memeperkuat
posisi Polandia di Uni Eropa dan mengarahkan suara Uni Eropa melalui negara-negara
Eropa Timur. Polandia juga memainkan peran untuk menyatukan semua negara-negara
Eropa Timur untuk berada dibawah satu payung bersama yaitu Europeans. Tercatat
pula peran Polandia dalam Uni Eropa pada 2008 sebagai tuan rumah Konferensi
Iklim dan Perlindungan Iklim di Poznan.
Menurut Mantan Presiden Polandia,
Aleksander Kwasniewski, dalam perkembangannya setelah tergabung dalam Uni
Eropa, Polandia ingin menjadi pemain yang kuat, dalam artian positif. Seperti
dikutip dari wawancara wartawan Tempo dengan Aleksander Kwasniewski setahun
sebelum pemilu Polandia:
“...Kita ingin memainkan peran
dalam keamanan Eropa. Ingin bermain untuk kesejahteraan Eropa: pasar bersama,
perkembangan teknologi tinggi. Dan kita juga mau jadi mitra yang loyal dalam
isu-isu Eropa. Kita ingin jadi mitra serius, penuh kepastian, dan loyal. Tentu
kita ingin peranan yang istimewa, mungkin peran unik, antara hubungan Uni Eropa
dan negara-negara Timur. Dengan Ukraina, Belarusia, Rusia. Juga hubungan
transatlantik, antara Eropa dan Amerika Serikat”[2].
Dalam
pandangan Kwasniewski, harapan agar Rusia masuk dalam konstelasi Uni Eropa juga
bukan merupakan ekspektasi yang terlalu muluk dari Polandia, mengingat
pemilihan presiden Rusia yang saat itu hampir berlangsung dan kecenderungan
pemimpin partai oposisi Rusia, Grigory Yavlinsky, untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Namun menurutnya, yang terpenting adalah memelihara hubungan terbaik dengan
Rusia.
Kesimpulan
Polandia mengambil
langkah besar setelah revolusi politiknya dari komunis menuju demokrasi,
disusul revolusi ekonomi besar-besaran sejak 1999, Polandia telah berhasil
menjalankan motto laissez
faire-laissez passer yang diusung oleh Adam Smith dengan privatisasi lebih dari 2000
perusahaan yang memegang peranan domestik dan ekspor sebesar 75-85% saham
kepada privat. Namun privatisasi ini tidak begitu saja menghilangkan peranan
pemerintah, seperti diungkapkan Keynes bahwa negara masih harus menjaga
stabilitas pasar saat terjadi kegagalan pembelian dan menjaga kesejahteraan
rakyat terus berlangsung. Hal ini dipraktekkan dengan pemerintah Polandia yang
masih memegang 15% saham perusahaan tersebut dan menetapka kebijakan fiskal.
Saat ini Polandia mencatatkan diri sebagai salah satu kisah sukses negara yang
meliberalisasi badan-badan usaha negara menjadi privat.
Bersamaan dengan
semakin menguatnya kondisi politik yang disusul perekonomian, Polandia semakin
matang dalam konstelasi Uni Eropa, ditambah strateginya untuk memasukkan
negara-negara ex-komunis kedalam Uni Eropa berkaitan dengan posisi
geopolitiknya sebagai gerbang menuju Eropa Timur, semakin menguatkan posisi
Polandia dalam konstelasi Uni Eropa. Terintegrasinya Polandia kedalam Uni Eropa
memberikan begitu banyak manfaat secara keamanan, perekonomian, dan politik
luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
·
Budiono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta. Andi Offset
·
Sukirno, Sadono. 1982. Ekonomi Pembangunan-Proses, Masalah, dan
Dasar Kebijaksanaan. Kuala Lumpur. Bima Grafika
·
Beling, Williard dan George Totten.
1985. Modernisasi-Masalah Model
Pembangunan. Jakarta. CV Rajawali.
·
Deliarnov. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
·
Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Pembangunan- Ikhtisar Teori,
Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta. MW Mandala
·
Zakaria, Endang. 2010. Jurnal : Privatisasi Perusahaan Publik
ditinjau dari Teori tentang Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi.
Jakarta. UMJ
[1] Zakaria, Endang. Privatisasi Perusahaan Publik Ditinjau dari
Teori Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi. Hal 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar