Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi
Pembangunan Internasional
Nama : Azizah Syiami Mutik
NIM : F1I011015
Review Jurnal : Melacak Pembuktian
Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi
Diana Wijayanti dalam jurnalnya
membahas mengenai teori-teori yang berkembang selama pasca Perang Dunia II
hingga kini mengenai pertumbuhan ekonomi negara-negara Dunia Ketiga. Menurut
Goldthorpe (1992), negara Dunia Ketiga diperlukan dalam keadaan perang dingin,
dan menjadi populer pada Koferensi Asia Afrika 1955. Istilah Negara Dunia
Ketiga menunjukkan bagaimana para ekonom barat memandang negara bekas
jajahannya sebagai sarana pembuktian teori dan tantangan terbesar para ekonom
untuk memecahkan masalahan kemiskinana, ketimpangan, kelaparan, mortalitas, dan
produktivitas yang rendah.
Jurnal
Diana Wijayanti ini merujuk pada sebuah buku yang ditulis oleh William Easterly
berjudul The Elusive Quest of Growth,
mengatakan bahwa Easterly telah melakukan perjalanan guna pembuktian teori dan
mendapati bahwa teori pembangunan ekonomi dari negara-negara barat tidaklah
berfungsi seperti panacea bagi negara
Dunia Ketiga tersebut.
Kemiskinan,
Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut
Nurkse dan Michael P Torado, di Negara Dunia Ketiga terdapat lingkarang setan (vicious circle) yang mengakibatkan negara-negara
tersebut tidak mampu menggerakkan perekonomian dengan usahanya sendiri.
Pendapatan yang rendah, ketidakmampuan menabuang, rendahnya pembentukan modal
dan efisiensi merupakan gambaran umum Negara Dunia Ketiga yang membuat para
ekonom berusaha menemukan jalan keluar bagi masalah tersebut.
Forbes
(1986) menyatakan bahwa dalam kurun waktu 1960-1970 negara berkembang mengalami
pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan negara industri. Negara Dunia Ketiga
semakin memperlihatkan ketimpangan perekonomian dengan distribusi pendapatan
yang terpusat pada 10 persen rumah tangga berpendapatan tertinggi.
Harry
T. Oshima (1989) menyatakan penyebab masalah perekonomian Dunia Ketiga adalah
ketidakmampuan mempertahankan strategi industrialisasi pada dekade sebelumnya
untuk menyebarkan keuntungan ke pedalaman dan masyarakat berpendapatan rendah.
Oshima menarik kesimpulan yang menyatakan bahwa ketimpangan di Dunia Ketiga
bukanlah disebabkan oleh gagalnya strategi trickle
down effect. Dan Oshima juga menarik logika dasar bahwa perekonomian
digerakkan oleh motor besar bernama industrialisasi.
Goldthorpe
(1992) menganggap ketimpangan itu disebabkan karena faktor-faktor produksi
hanya dimiliki segelintir orang saja. Dengan kata lain mengatakan bahwa bukan
hanya industrialisasi sebagai jawaban atas permasalahan ekonomi negara
berkembang.
Hollis
Chenery (1974) memaparkan teori yg berbeda mengenai Negara Dunia Ketiga.
Menurut Chenery, logika mengenai lokomitif ekonomi tetap populer dalam dalam
teori mengenai reditribusi perekonomian. Inti pemikiran Chenery adalah pada
masa awal pembentukan yang harus dilakukan adalah memperbesar “kue pembangunan”
sehingga cukup untuk dibagikan dengan porsi yang cukup pula. Namun ketimpangan
yang terjadi bukanlah masalah pada besarnya “kue pembangunan” tersebut, namun
pada distribusinya.
Kemelesetan
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Setelah
Perang Dunia II, teori Harrod-Domar menjadi populer. Inti dari teori tersebut
bahwa kunci pertumbuhan adalah investasi. Teori Harrod-Domar ini menginspirasi
ilmuwan-ilmuwan lain untuk mengembangkan teori pertumbuhan modern dengan menempatkan
investasi dan faktor modal pada posisi vital. Model Harrod-Domar dan beberapa
teori penjabaran lainnya berakar pada negara barat, sehingga Harrod memberi
beberapa perubahan agar dapat diaplikasikan ni Dunia Ketiga. Menurut Harrod
masalah perekonomian Dunia Ketiga dapata diselesaikan dengan ekspansi kredit
bank dan penanaman modal otomatis dari keuntungan inflasioner di pasar modal.
Logika
dorongan besar dari Roseinsten-Rodan tampak menjadi pelengkap teori Harrod,
dengan garis besar bahwa masalah Duni keetiga dapat diatasi dengan program
besar yang mampu menjamin kebutuhan minimum penanaman modal. Namun menurut
Nurkse (1964) Dunia ketiga selalu mengalami kendala penanaman modal karena
rendahnya tabungan dan keterbatasan pasar yang menyebabkan insentif investasi sangat
rendah. Nurkse menggunakan Hukum Say : supply
creates its own demmand. Nurkse merekomendasikan sebuah sistem yaitu adanya
penanaman modal menyeluruh pada semua sektor, kemudian menghasilkan barang yang
bersifat pelengkap satu sama lain sehingga menimbulkan daya beli. Hal ini juga
menggariskan teori pertumbuhan berimbang bahwa sektor modern tidak boleh
terlalu jauh meninggalkan tradisional. Jika hal ini terwujud maka tidak akan
terjadi lingkarang setan (vicious circle).
Hierchman
(1970) mengkritik bahwa banyak yang tidak masuk akal dalam gagasan tersebut. Ia
menganggap teori dualisme yang diterapkan pada teori dorongan besar bersifat
memaksakan untuk penerapan pada sektor tradisional yang lengkap namun macet.
Menurutnya teori tersebut tidak akan membawa pembangunan yang berarti
perkembangan. Namun bertolak dari kritik tersebut, Hierchman, didukung Rostow,
mengajukan argumen pertumbuhan tak berimbang. Bagi Hierchman, pertumbuhan pada
dasarnya adalah rangkaian ketidakseimbangan. Secara sederhana, doktrin ini
menolak investasi besar-besaran pada setiap sektor untuk menghasilkan barang
yang komplementer, namun dnegan investasi yang tepat, sektor perekonomian akan
terus berputar dan proyek-proyek baru akan berjalan dengan memanfaatkan
eksternalitas ekonomi maupun social
overhead capital dari proyek sebelumnya.
Seperti
halnya Hierchman, Rostow juga membuat sebuah idealisasi pembangunan yang
bertumpu pada self-properlling dan
bertumpu pada dua sektor yaitu modern dan tradisional. Rostow berpikir bahwa
setiap negara akan mengalain rentan fase yang sama. Ada % tahan yang akan
dihadapi setiap negara, menutur Rostow, yaitu: tahap masyarakat tradisional;
tahap masyarakat prakondisi menuju lepas landas; tahap lepas landas; tahap
dorongan menuju kedewasaan; dan tahap konsumsi massa tinggi. Rowtow mengklaim
bahwa teorinya bukan hanya teori ekonomi namun juga sejarah masyarakat modern.
Teori ini juga diklain oleh Rostow sebagai pengganti kerangkan Komunisme Karl
Marx. Meski begitu Rostow mengakui ada beberapa kesamaan analisisnya dengan
Marx, antara lain: Pertama, keduanya
mengakui perubahan ekonomi membawa dampak pada sosial, politik, budaya, dan
perilaku; Kedua, adanya kepentingan
kelompok dan kelas dalam proses sosial politik berkaitan denga keuntunga
ekonomi; Ketiga, melihat adanya
motif-motif ekonomi dibalik setiap konflik politik; Keempat, mempercayai adanya tujuan akhir masyarakat yang
benar-benar sejahtera.
Teori
Pertumbuhan Liberal: Kemelesetan dan Kritik
Diakui
bahwa teori-teori pembangunan yang diguankan di Dunia Ketiga bukan merupakan
hasil dari kajian wilayah geopolitiknya, melainkan dari barat. Teori-teori ini
menbawa asumsi dan pemikiran barat yang memasuki alam intelektial Dunia Ketiga.
Menurut Goldthorpe (1992) infiltrasi ide-ide tersebut dilakukan secara sistematis
meskipun kehilangan relevansinya ketika menjelskan hal-hal yang bersifat local spesific.
Wiarda
(1988) menuding teori-teori tersebut tidak lebih dr usaha untuk emnempatka
Dunia Ketiga dalam orbit barat sebagai negara pherry-pherry. Lebih buruknya lagi, dibeberapa bagian Dunia Ketiga,
teori-teori tadi diturunkan untuk membuat kebijakan yang tanpa mempertimbangkan
variabel spesifik yang ada di masing-masing negara. Karena itu yang terjadi
sesungguhnya adalah pemaksaan masuknya negara terbelakang dalam parameter-parameter
barat. Doktrin barat lainnya adalah bahwa setiap negara akan melewati fase yang
sama yang tidak memerlukan banyak perubahan. Dan pada dasarnya perubahan
bukanlah sesuatu yang sulit dan menyakitkan.
Diana
menyebutkan pemikiran barat membuat terlalu banyak penyederhanaan yang
mengasumsikan tiap masyarakat dan manusia adalah sama. Tidak heran Rostow,
dengan kelima fase tradisional menuju modernnya menganggap semua masyarakat
akan melewatinya tanpa ada yang tertinggal.
Wiarda
(1988) menyatakan bias eropa pada Dunia Ketiga telah merusak pemahaman mengenai
Dunia Ketiga, lingkungan intelektualnya maupun Barat. Teori linear Rostow
mengesampingkan bahwa setiap negara memiliki konteks yang berbeda-beda. Karena
itu, pemikiran Barat bahwa kapitalisme sebagai pengganti feodalisme adalah
tidak masuk akal. Karena kenyataannya, di Dunia Ketiga feodalisme dan
kapitalisme dapat berjalan bersamaan dan membentuk simbiosis. Ide
Rosenstein-Rodan yang menyatakan perlu adanya dorongan besar untuk pertumbuhan
ekonomi pun nyatanya hanya berlaku untuk wilayah eropa saja.
Jurnal
yang ditulis oleh Diana ini menjelaskan berbagai teori ekonomi Barat dengan
berbagai ide yang diterapkan di Dunia Ketiga. Meski kenyataannya teori-teori
tersebut tidak relevan dengan situasi yang dihadapi dan keragaman antar negara
yang tidak diantisipasi oleh teori barat. Seperti yang telah dijelaskan diatas
oleh Wiarda (1988), teori barat terlalu mempercayai bahwa setiap masyarakat
sama dan akan menjalani fase yang sama pula dalam usaha mencapai kesejahteraan,
padahal diluar hal tersebut terdapat faktor-faktor lain sepertu kultur dan
keadaan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar