Senin, 10 Desember 2012

Polandia : Kebijakan Privatisasi dalam Pandangan Adam Smith dan John Maynard Keynes serta Peran Polandia dalam Uni Eropa


Polandia : Kebijakan Privatisasi dalam Pandangan Adam Smith dan John Maynard Keynes serta Peran Polandia dalam Uni Eropa

Azizah Syiami Mutik
F1I011015

Abstract

            Poland, continuing its proposal to join the European Union in 1999, was started to recover its political and economic stability by run the state from socialist to democratic states, then liberalized the public facilities sector by privatization up to 85% of frame but keep the 15% to stay holding those productive sector. Clearly, Poland run both theory provide by Adam Smith and John Maynard Keynes very well.
            Reminding its strategic geopolitical position, Poland do interesting East Europe states to join in European Union and release from Rusia’s influences. This strategic of Poland would brings more good than harm to this states to strengthen it’s capacity in European Union as the gate of East Europe.

Key word : Polandia, Privatisasi, Adam Smith, John Maynard Keynes, Uni Eropa.

Pendahuluan
            Polandia merupakan sebuah negara ex-komunis di Eropa Barat dengan ibukota Warsawa. Negara Polandia terkenal dengan perindustrian baja, besi, pertambangan, pengolahan batubara, kimia, perkapalan, kristal dan kaca, serta salah satu pengekspor bahan makanan mentah (daging sapi, kentang) terbesar di Eropa.
            Sebagai anggota Uni Eropa sejak 2004 yang telah mengajukan permohonan bergabung sejak 1999, Polandia secara signifikan melakukan revolusi besar-besaran guna mempersiapkan negaranya untuk bergabung dalam kekuatan pasar terbesar di dunia, Uni Eropa. Perubahan signifikan ini dilakukan dengan menempuh kebijakan liberalisasi ekonomi pada lebih dari 2000 perusahaan nasional dengan mayoritas 85% saham ditangan perseorangan (privat) dimulai pada 1999 dan hingga saat ini, Polandia mencatatkan diri sebagai salah satu negara tersukses dengan sistem ekonomi liberalnya. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah Polandia untuk meliberalisasi sektor-sektor penting adalah dengan privatisasi, yang sebagian besar dilakukan dengan negosiasi penentuan pembagian saham. Sektor-sektor kunci yang masuk dalam daftar privatisasi negara Polandia antara lain: energi; kimia, plastik, dan bahan kimia; keuangan; batubara; pertambangan; farmasi, perminyakan; besi, baja, non-besi, dan bebatuan; pertahanan; konstruksi bangunan dan keramik; perdagangan; kayu, kertas, dan furnitur; pariwisata; logam dan mesin; makanan, gula, daging, industri pertanian, dan indistri pemurnian; tarnsportasi, elektronik, komunikasi, peternakan, dan pembenihan.
            Privatisasi, secara ideologi, berati meminimalkan peran negara. Menurut Steve H. Hanke, privatisasi adalah :
“…..is the transfer of assets and service functions from public to private hands. It includes, therefore, activities that range from selling state – owned enterprise to contracting out public service with private contractor…”[1]
Sementara, menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, privatisasi adalah penjualan saham Persero (Perusahaan Perseorangan), baik sebagaian ataupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat.
Menilik maksud dari privatisasi adalah untuk melepaskan sebagian atau keseluruhan saham badan-badan negara yang menguasai sektor pelayanan publik, sehingga semua resiko dan kemungkinan terjadinya korupsi serta peningkatan kualitas pelayanan, adalah sesuai dengan penjelasan diatas mengenai revolusi perekonomian Polandia ke arah liberalisasi. Berikut akan dibahas mengenai privatisasi dan perkembangan perekonomian Polandia menurut pandangan Smith dan Keynes.
Privatisasi Polandia Menurut Pandangan Adam Smith dan John Maynard Keynes
            Seperti telah dijelaskan diatas, Polandia menjalankan privatisasi sektor-sektor publik secara terukur sejak 1999 dan hingga 2007 dan 77% PDB berada di tangan swasta. Perubahan mendasar juga dilakukan pada struktur Polandia. Hal ini mendatangkan pemasukan besar ke kas negara. Pun pemerintah Polandia telah mencatatkan sejumlah sektor publik ke program akselerasi privatisasi untuk jangga waktu 2008-2011. Polandia memasukkan sektor-sektor ekspor utamanya seperti batubara, besi, perkapalan, kristal dan keramik, serta peternakan guna meningkatkan efisiensi output nasional dan memperluas pasar.
            Perubahan fundamental pada struktur perekonomian membawa dampak baik bagi inovasi Polandia. Pada 2007 terdapat 2.392 hak paten yang didaftarkan, dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahapan awal, privatisasi sektor publik menimbulkan masalah peningkatan harga dan pengangguran, namun dengan kebijakan moneter yang baik, kestabilan politik, dan eratnya kerjasama dapat meredam gejolak tersebut.
            Menurut Adam Smith dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and the Causes of the Wealth of Nation, peran pemerintah dalam perekonomian hendaknya dilakukan seminimal mungkin. Biarkan perekonomian berjalan sebagaimana mekanisme pasar mengaturnya. Adanya invisible hand akan membawa perekonomian pada arah keseimbangan. Smith juga berpendapat bahwa campur tangan pemerintah hanya akan menyebabkan inefisiensi produk yang akhirnya hanya akan merugikan negara itu sendiri. Seharusnya negara menyediakan situasi yang kondusif untuk berlangsungnya pasar.
            Kekuasaan negara harus dibatasi (bukan dihilangkan), terutama pada sistem ekonomi. Smith, secara singkat, menyatakan tiap orang yang mengejar kepentingannya masing-masing adalah lebih baik dan selaras hasilnya bagi tujuan masyarakat, dibanding tiap orang berusaha memajukan masyarakat. Yang dimaksud Smith disini adalah ketika suatu badan usaha negara berada di tangan swasta, usaha untuk mendapatkan keuntungan dengan mengejar laba pribadi akan lebih dinamis dilakukan ketimbang saat badan tersebut berada di bawah kekuasaan pemerintah. Saat swasta mendapat sejumlah keuntungannya, secara langsung pemerintah juga memperoleh profit berupa pajak dari badan tersebut.
            Pada dasaranya privatisasi bertujuan mengoptimalkan fungsi badan tersebut. Dalam korelasinya dengan negara Polandia, pemerintah Polandia telah berhasil mengoptimalkan lebih dari 2000 badan usaha negara dengan metode privatisasi. Kemajuan perekonomian sejak 1999 hingga 2004 menunjukkan kematangan yang membawa Polandia masuk sebagai anggota Uni Eropa yang siap terintegrasi pada pasar global. Polandia dianggap sukses mengaplikasikan motto laissez faire-laissez passer milik Adam Smith.
            Salah satu hal yang tidak dibahas oleh Smith mengenai privatisasi dan campur tangan pemerintah dalam usaha-usaha pelayanan negara adalah “masih adakah peran negara dalam sektor tersebut sehingga mampu menjaga pasar dan menyediakan situasi kondusif?”. John Maynard Keynes menjawab pertanyaan ini, dalam Liberalisme Sosiologi yang menyatakan hubungan anatar individu (aktor privat) lebih bersifat kooperatif dibandingkan hubungan antar negara. Dunia, dengan jumlah jaringan transnasional akan lebih damai. Keynes beranggapan bahwa ketiadaan regulasi pasar yang diciptakan negara akan menyebabkan eksploitasi terhadap sumber daya masyarakat tertentu. Karena hal ini lah Keynes perpendapat bahwa peran negara masih diperlukan dalam derajat tertentu.
            Namun Keynes juga menekankan bahwa peran negara hanya dibutuhkan saat perekonomian pasar mengalami kegagalan. Oleh karena itu, selama pasar masih berjalan normal, maka campur tangan negara tidak diperbolehkan. Dalam keyakinan Keynes, mekanisme pasar akan mengahasilkan kegagalan pembeli. Dikarenakan aktifitas produkti terus berlangsung sehingga penawaran berlimpah dan agregat penawaran lebih besar dari permintaan. Produksi yang terus didorong akan menyebabkan kemampuan atau daya beli tidak mengalami peningkatan. Disinilah letak perbedaan Adam Smith dan John Keynes, Smith tidak menghendaki campur tangan pemerintah dalam bentuk apapun, karena menurutnya dengan meningkatnya penawaran agregat terhadap permintaan maka harga akan menurun dengan sendirinya dan daya beli akan sesuai dengan harga pasar. Di sisi lain, Keynes tidak sependapat dengan Smith, Keynes beranggapan pada saat inilah peranan negara dibutuhkan untuk menstabilkan perekonomian.
            Asumsi Smith bahwa pasar akan selalu mengoreksi diri sendiri, dalam artian menjaga keseimbangan tarik-menarik penawaran dan permintaan adalah tidak selalu benar. Seringkali pasar gagal mempertemukan antara penjual dan pembeli. Keadaan ini menbawa perubahan pada tata politik suatu negara dimana pemerintah diserahi tanggung jawab untuk menjamin nafkah warga masyarakat, menjamin investasi dalam masyarakat, dan mengatur pasar pada keadaan tertentu. Keynes menyatakan campur tangan pemerintah itu berfungsi untuk menjaga kesejahteraan rakyat terus berlangsung dan mengembalikan keadaan pasar yang kurang stabil. Campur tangan ini diwujudkan dalam kebijakan fiskal negara tersebut.
            Kembali pada Polandia, seperti telah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa, meski pemerintah Polandia menyerahkan begitu banyak sektor penting negaranya untuk diprivatisasi, namun tidak mencakup seluruh saham yang dimiliki, presentasi saham yang dijual masih berkisar 75-85 persen, dengan kata lain, 15% saham masih berada dalam pengawasan pemerintah sesuai dengan teori Keynes, bahwa negara diharapkan masih memiliki peran dalam menjaga kelangsungan pasar serta kesejahteraan masyarakat.
Peran Polandia dalam Uni Eropa
            Uni Eropa seperti kita tahu tengah mengalami 4 permasalahan utama dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Faktor “the Rissing China and India” sebagai pengaruh eksternal besar dalam perekonomian; globalisasi yang menimbulkan wacana migrasi; wacana reformasi Uni Eropa sebagai usaha menghadang kekuatan eksternal (China); dan isu perluasan keanggotaan Uni Eropa.
            Eropa yang terdiri dari 27 negara selain Norwegia dan Rep. Islandia juga memiliki beberapa negara-negara ex-komunisme Sovyet yang masih menunggu persetujjuuan untuk bergabung. Begitu juga Turki dan Ukraina yang menimbulkan polemik mengenai migrasi keduanya dalam konstelasi perekonomian dan polirik Eropa, mengingat stabilitas domestik yang masih terjadi tekanan mayoritas terhadap minoritas serta perbedaan mendasar pada sejarah. Seperti kita tahu bahwa Uni Eropa mennyaratkan perekonomian domestik dan ekspor-impor yang stabil serta kemiripan sejarah serta kondisi politik yang aman untuk bergabung. Standar yang tinggi ini dimaksudkan untuk menjaga kekompakkan negara-negara Uni Eropa dan menghindari perpecahan disebabkan perbedaan pandangan.
            Peran Polandia dalam keluarga besar Uni Eropa memiliki sejarah yang panjang sejak terlepasnya dari komunisme dan menuju demokratisasi. Berulangkali Polandia berada pada krisis kehilangan identitas antara komunis dan demokrasi pada masa awal. Posisi Polandia dalam Uni Eropa berkaitan terletak pada keinginan Polandia untuk menarik negara-negera bekas jajahan Sovyet untuk terlepas dari pengaruh Rusia dan cenderung ke Eropa serta hubngan transatlantik dengan Amerika. Hal ini dikarenakan letak geografis Polandia sebagai gerbang menuju Eropa Timur, apabila strategi ini berhasil dan negara-negara ex-komunis bergabung dalam Uni Eropa, maka akan memeperkuat posisi Polandia di Uni Eropa dan mengarahkan suara Uni Eropa melalui negara-negara Eropa Timur. Polandia juga memainkan peran untuk menyatukan semua negara-negara Eropa Timur untuk berada dibawah satu payung bersama yaitu Europeans. Tercatat pula peran Polandia dalam Uni Eropa pada 2008 sebagai tuan rumah Konferensi Iklim dan Perlindungan Iklim di Poznan.
            Menurut Mantan Presiden Polandia, Aleksander Kwasniewski, dalam perkembangannya setelah tergabung dalam Uni Eropa, Polandia ingin menjadi pemain yang kuat, dalam artian positif. Seperti dikutip dari wawancara wartawan Tempo dengan Aleksander Kwasniewski setahun sebelum pemilu Polandia:
            “...Kita ingin memainkan peran dalam keamanan Eropa. Ingin bermain untuk kesejahteraan Eropa: pasar bersama, perkembangan teknologi tinggi. Dan kita juga mau jadi mitra yang loyal dalam isu-isu Eropa. Kita ingin jadi mitra serius, penuh kepastian, dan loyal. Tentu kita ingin peranan yang istimewa, mungkin peran unik, antara hubungan Uni Eropa dan negara-negara Timur. Dengan Ukraina, Belarusia, Rusia. Juga hubungan transatlantik, antara Eropa dan Amerika Serikat”[2].
Dalam pandangan Kwasniewski, harapan agar Rusia masuk dalam konstelasi Uni Eropa juga bukan merupakan ekspektasi yang terlalu muluk dari Polandia, mengingat pemilihan presiden Rusia yang saat itu hampir berlangsung dan kecenderungan pemimpin partai oposisi Rusia, Grigory Yavlinsky, untuk bergabung dengan Uni Eropa. Namun menurutnya, yang terpenting adalah memelihara hubungan terbaik dengan Rusia.
Kesimpulan
Polandia mengambil langkah besar setelah revolusi politiknya dari komunis menuju demokrasi, disusul revolusi ekonomi besar-besaran sejak 1999, Polandia telah berhasil menjalankan motto laissez faire-laissez passer yang diusung oleh Adam Smith dengan privatisasi lebih dari 2000 perusahaan yang memegang peranan domestik dan ekspor sebesar 75-85% saham kepada privat. Namun privatisasi ini tidak begitu saja menghilangkan peranan pemerintah, seperti diungkapkan Keynes bahwa negara masih harus menjaga stabilitas pasar saat terjadi kegagalan pembelian dan menjaga kesejahteraan rakyat terus berlangsung. Hal ini dipraktekkan dengan pemerintah Polandia yang masih memegang 15% saham perusahaan tersebut dan menetapka kebijakan fiskal. Saat ini Polandia mencatatkan diri sebagai salah satu kisah sukses negara yang meliberalisasi badan-badan usaha negara menjadi privat.
Bersamaan dengan semakin menguatnya kondisi politik yang disusul perekonomian, Polandia semakin matang dalam konstelasi Uni Eropa, ditambah strateginya untuk memasukkan negara-negara ex-komunis kedalam Uni Eropa berkaitan dengan posisi geopolitiknya sebagai gerbang menuju Eropa Timur, semakin menguatkan posisi Polandia dalam konstelasi Uni Eropa. Terintegrasinya Polandia kedalam Uni Eropa memberikan begitu banyak manfaat secara keamanan, perekonomian, dan politik luar negeri.

DAFTAR PUSTAKA

·         Budiono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta. Andi Offset
·         Sukirno, Sadono. 1982. Ekonomi Pembangunan-Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Kuala Lumpur. Bima Grafika
·         Beling, Williard dan George Totten. 1985. Modernisasi-Masalah Model Pembangunan. Jakarta. CV Rajawali.
·         Deliarnov. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
·         Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Pembangunan- Ikhtisar Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta. MW Mandala
·         Zakaria, Endang. 2010. Jurnal : Privatisasi Perusahaan Publik ditinjau dari Teori tentang Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi. Jakarta. UMJ
·         http://www.polska.pl/


[1] Zakaria, Endang. Privatisasi Perusahaan Publik Ditinjau dari Teori Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi. Hal 3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar