Jumat, 07 Desember 2012

Teori Modernisasi : Kritik Kuznets Terhadap Teori Rostow dan Penafian Kultur dan Sejarah Negara Dunia Ketiga


Teori Modernisasi : Kritik Kuznets Terhadap Teori Rostow dan Penafian Kultur dan Sejarah Negara Dunia Ketiga

Azizah Syiami Mutik
F1I011015

Abstract
Modernization theory which have a nature of uni-linear growth. Means every country have the same chance to reach the highest position called high mass consumption. The diverse is only the time of process. There is no historical and cultural factor influence the state’s economic growth. Rostow as scholar of “5 growth steps theory”, believes to increase the national economic, state should strengthen agriculture sector, followed by investment, and technology.
Kuznets criticized Rostow theory. He claimed that Rostow theory give unclear cut from characteristic of his steps. Rostow also failed to show the scope of his theory. Kuznets stated those theory had no relevance to be applied on the Third World State.
Keyword : Modernization Theory, Rostow, Historical and Culture, Third World State.
Pendahuluan
Ada tiga hal yang mengawali lahirnya teori modernisasi, atau dengan kata lain teori ini merupakan suatu produk dari tiga fakta sejarah. Pertama, pasca Perang Dunia Kedua Amerika Serikat menjadi satu kekuatan dominan di dunia. Kedua, di saat yang bersamaan Uni Sovyet memperluas gerakan komunis tidak hanya di daratan Eropa Timur, tetapi juga di Asia. Ketiga, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang selanjutnya disebut Negara Dunia Ketiga. Negara Dunia Ketiga mencari bentuk sampel pembangunannya, sementara negara adidaya (Amerika Serikat) memiliki kepentingan terhadap Negara Duani Ketiga sehingga berusaha membantu dengan menemukan suatu bentuk teori pertumbuhan Negara Dunia Ketiga. Salah satu teori yang ditawarkan ilmuwan Barat yaitu Teori Modernisasi.
Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum membahas kritik terhadap teori ini adalah pengertian Teori Modernisasi itu sendiri. Teori modernisasi adalah suatu teori yang didasarkan pada berbedaan antara apa yang disebut modern dan tradisional. Teori ini berpendapat ketidakmampuan Negara Dunia Ketiga mengejar tahap modernisasi adalah karena faktor-faktor non-fisik seperti kultur dan alam pikiran, atau psikologi individu. Teori ini bersifat a-historikal dimana teori ini menganggap latar belakang sejarah suatu bangsa tidak berpengaruh terhadap pengaplikasiannya. Semua negara bergerak unilinear sehingga hanya masalah waktu yang membedakan tercapainya suatu modernisasi negara bangsa.
Tokoh-tokoh teori modernisasi antara lain: W.W. Rostow dengan teori 5 tahap linear lepas landasnya; Hoselitz yang menekankan adanya lembaga sosial politik yang konkret guna menghimpun modal besar, memasok teknisi, ilmuwan dan teknologi produksi; Harrod-Domar yang berpandangan masalah pembangunan adalah masalah penyediaan dana untuk investasi; dan Talcot Parson dengan teori fungsionalismenya. Pandangan mereka sama-sama berdasar pada keyakinan bahwa adanya homogenisasi dimana semua tahapan yang dilalui setiap negara adalah sama menuju pencapaian “modern” versi Barat.
Teori Modernisasi dalam Pandangan Rostow
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa teori modernisasi adalah hasil dari pemikiran ilmuwan-ilmuwan barat guna memecahkan masalah pertumbuhan ekonomi. Di dunia barat sendiri, pelaksanaan teori modernisasi, terutama di negara-negara Eropa, tidak membutuhkan kapital yang besar, sehingga proses tersebut dapat dilakukan oleh pengusaha, masyarakat dan tanpa campur tangan yang besar dari pemerintah. Selain itu, di Negara Dunia Pertama dan Kedua tidak menghadapi masalah pengadaan dana invesatasi dan kekurangan tabungan, sementara di Negara Dunia Ketiga sebagai late comers, masalah pendanaan menjadi masalah yang sangat serius.
Berikut akan dijelaskan bagaimana pandangan W.W. Rostow mengenai teori modernisasi. Rostow dengan teori tahap-tahap pertumbuhannya menjadi salah satu teori yang mendapat perhatian besar dalam bukunya The Stages of Economic Growth. Dalam teori ini Rostow mengemukakan 5 tahapan pertumbuhan yaitu tahap masyarakat tradisionil; prasyarat lepas landas; lepas landas; gerakan kearah kedewasaan; dan konsumsi masaa tinggi[1].
Analisa Rostow didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental, bukan saja corak kehidupan ekonomi tetapi juga pertumbuhan politik dan hubungan sosial masyarakat[2].
Pertumbuhan ekonomi menurut Rostow mencakup perubahan dalam orientasi kemsyarakatan, antara lain: orientasi ekonomi, politik, sosial yang awalnya mengarah ke dalam menjadi berorientasi ke luar; pandangan masyarakat mengenai pengurangan jumlah anggota keluarga; kecenderungan penanaman modal pada sektor yang bertahan lama dan menguntungkan; dan pandangan bahwa manusia harus memanipulasi keadaan dan alam untuk mencapai kemajuan.
Teori Rostow ini dipandang bersifat sangat umum dan tidak secara terperinci mengadakan perubahan corak sektor dalam proses pembangunan. Analisanya lebih menitikberatkan pada peranan faktor tententu dalam menimbulkan pertumbuhan ekonomi[3].
Pada tahap masyarakat tradisional, Rostow menyebutkan ciri-cirinya adalah struktur masyarakat hanya berkembang pada sektor-sektor terbatas; ilmu pengetahuan dan sikap masyarakat masih menunjukkan bentuk relatif primitif dengan didasarkan pada nilai-nilai ynag berlaku turun temurun, bukannya pemikiran rasional; tingkat pendapatan perkapita yang rendah; terdapat hierarki dalam masyarakat ynag tidak memungkinkan adanya mobilisasi vertikal; dan kegiatan politik pemerintahan masih terdapat sentralisasi pemerintah.
Prakondisi lepas landas menurut Rostow diartikan sebagai masa dimana masyarakat mempersiapkan dirinya mencapai pertumbuhan yang terus berkembang, dan selanjutnya pertumbuhan ekonomi bersifat otomatis. Rostow membedakan tahap prakondisi lepas landas dalam 2 jenis. Pertama, tahapan yang dicapai negara-negara Eropa, Asia Timur Tengah, dan Afrika dengan cara merombak sistem masyarakat tradisional yang telah lama ada. Kedua, tahapan yang telah dicapai negara-negara yang dinamai Rostow sebagai “born free”, yaitu negara-negara yang tidak perlu melakukan perombakan sistem masyarakat yang tradisional, contohnya: Amerika Serikat; Kanada; Australia; dan Selandia Baru. Pada masa transisi antara tahapan prakondisi lepas landas dengan tahapan lepas landas terdapat poin mengenai pentingnya sektor pertanian. Hal ini dijelaskan Rostow sebagai tindakan preventif menghindari bahaya kelaparan dengan besarnya urbanisasi penduduk ke kota berkaitan dengan besarnya industrialisasi. Pun menunjang pasar untuk alat-alat produksi dan mesin pertanian, penarikan pajak atas sektor pertanian yang menambah pemasukan bagi pemerintah, dan menciptakan tabungan yang dapat digunakan sektor lain.
Selanjutnya tahapan ketiga yaitu lepas landas, Rostow mendefinisikannya sebagai masa dimana munculnya bebagai pembaruan (inovation) dan peningkatan penanaman modal yang akan berimbas pada meningkatnya pendapatan negara lebih besar dari peningkatan jumlah penduduk, sehingga pendapatan perkapita semakin membesar. Ciri-ciri tahapan lepas landas ini antara lain: berlakunya kenaikan investasi pada produksi nasional dari 5% menjadi 10%; berkembangnya beberapa sektor industri dengan tingkat laju pertambahan yang tinggi; adanya suatu rangka politik, sosial, institusional yang menciptakan gejolak-gejolak perluasan sektor modern dan potensi eksternalitas ekonomi yang menyebabkan pertumbuhan akan terus berjalan. Penekanan Rostow pada tahap ini adalah penanaman modal yang meningkat, dikarenakan dengan penanaman modal yang bertambah pesat diharapkan akan meningkatkan pendapatan nasional melebihi peningkatan jumlah penduduk. Menurut Rostow meningkatnya modal ini salah satunya disebabkan perkembangan golongan pengusaha.
Selepas tahapan lepas landas, Rostow membagi ciri-ciri tahapan menuju kedewasaan pada 2 sektor, yaitu ekonomi dan non-ekonomi. Pada sektor ekonomi adalah adanya perkembangan sektor-sektor pemimpin baru yang akan menggantikan sektor-sektor pemimpin lama. Corak ini ditentukan oleh perkembangan teknologi, kekayaan alam, dan dipengaruhi kebijakan pemerintah. Dari sektor non-ekonomi, masyarakat telah menggunakan teknologi secara aktif dan efektif; struktur dan keahlian tenaga kerja meningkat; industrialisasi dianggap lebih penting dibanding pertanian; kepemimpinan manager profesional bergeser merangkap pemilik dan pengusaha; kritik terhadap industrialisasi mulai timbul[4].
Tahapan terakhir pada teori Rostow ini adalah konsumsi massal tinggi. Hal ini ditandai dengan bergesernya perspektif masyarakat dari sektor produksi pada masalah-masalah konsumsi seperti kesejahteraan. Pada keadaan ini juga masyarakat yang saling bersaing berkeinginan untuk memberbesar kekuatan dengan melebarkan sayap ke luar negeri dan cenderung menaklukan perekonomian negara-negara lain. Negara pada tahap ini juga mengacu pada pembentukan kemakmuran bersama untuk semua warga negara dengan pemerataan pendapatan perkapita dan pajak yang progresif. Masyarakat juga melebarkan konsumsinya tidak hanya pada barang kebutuhan primer, tapi juga sekunder dan konsumsi tahan lama.
Meski tidak secara langsung disinggung, namun teori Rostow merupakan salah satu aliran teori linear, dengan intinya beranggapan setiap negara atau masyarakat akan melewati tahapan yang sama dari masyarakat tradisional menuju konsumsi massal tinggi. Tanpa membedakan masa dan latar belakang masyarakat tersebut. Teori linear meyakini bahwa selama Negara Dunia Ketiga mengikuti treatment yang sama dengan Barat, maka modernisasi hanyalah masalah waktu.
Kritik Kuznets Terhadap Rostow dan Penafian Kultur dan Sejarah Dunia Ketiga
Menurut Kuznets, teori tahap pertumbuhan Rostow tidak mencakup ciri-ciri suatu teori pertumbuhan yang seharusnnya. Menurut Kuznets, suatu teori pertumbuhan haruslah mencakup keempat sifat. Pertama, setiap tahap haruslah merupakantahap yang mempunyai ciri-ciri yang empiris dan dapat ditelusuri kebenarannya. Kedua, ciri-ciri tersebut harus cukup nyata perbedaannya dengan ciri lain. Ketiga, penjelasan atas huungan analitis yang menghubungkan dengan tahapan sebelumnya mencakup proses yang mengakhiri dan selanjutnya berakibat pada munculnya tahap berikut. Keempat, hubungan analitis dengan tahap selanjutnya juga harus dijelaskan.
Kuznets menyatakan bahwa perbedaan tahapan pada teori Rostow sangat kabur sehingga sulit dibedakan karena beberapa ciri pada tahapan prakondisi lepas landas juga ada pada tahapan lepas landas. Contohnya, pada tahapan prakondisi lepas landas terdapat ciri “perkembangan dan kenaikna produktivitas sektor pertanian” namun hal tersebut dianggap hanya mungkin terjadi apabila tingkat penanaman modal berkembang dengan pesat. Dengan kata lain, ciri “penanaman modal bergerak cepat” telah berlangsung sejak tahapan prakondisi lepas landas. Terjadi kesukaran untuk menentukan batasan yang jelas antara satu tahapan dengan tahapan lainnya, dengan begitu, menurut Kuznets, manfaat untuk membahas hubungan analitis antara tahapan-tahapan tersebut menjadi sangat kecil[5].
Kuznets juga mengkritisi kegagalan Rostow dalam menyatakan ruang lingkup dimana dan pada masa apa teori tersebut berlaku serta pada masyarakan seperti apa. Meski tidak dijelaskan, namun terlihat secara jelas teori Rostow ini iddasarkan pada pertumbuhan yang terjadi di negara-negara maju, untuk menunjukkan tahap pembangunan ekonomi yang akan dilalui negara berkembang. Proses pembangunan ekonomi setiap negara tidaklah sama, melainkan memiliki ciri-ciri yang berbeda. Terutama di Negara Dunia Ketiga yang secara historis dan kultural sangat berbeda dengan Barat yang mayoritasnya negara maju dengan pendapatan tinggi dan minimnya ketimpangan ekonomi antar negara. Lebih jelas lagi, masa pertumbuhan ekonomi setiap negara berbeda-beda dengan corak pembangunanya yang sangat dipengaruhi warisan sejarah. Kesalahan Rostow adalah mengesampingkan fakta-fakta historis dan kultural yang menjadi ciri utama masyarakat Negara Dunia Ketiga. Hal inilah yang dinyatakan Kuznets sebagai kegagalan Rostow dalam mengemukakan ruang lingkup teorinya.
Kesimpulan
Meski dianggap sebagai peletak dasar teori pertumbuhan ekonomi yang banyak mendapat perhatian, W.W. Rostow memberikan elaborasi yang kurang jelas terhadap analisis proses dan batasan antar tahapan-tahapan pertumbuhannya. Rostow pun gagal menjelaskan ruang lingkup teorinya. Teori Rostow tidak menjelaskan peran dan pengaruh aspek sejarah dan kultural pada pertumbuhan ekonomi di Negara Dunia Ketiga, dibandingkan dengan proses berdirinya Negara Dunia Pertama dan Kedua pada saat belum adanya perang ideologi dan penjajahan yang berimbas pada konsentrasi awal kemerdekaan Dunia Ketiga, maka teori tersebut tidak relevan. Negara Dunia Pertama dan Kedua relatif memiliki kesamaan dan kesetaraan bidang ekonomi sehingga bukan hal sulit mengaplikasikan teori Rostow, namun untuk Negara Dunia Ketiga yang terlahir dengan nilai historis dan kultiral yang tinggi dari penjajahan dan ketakutan akan invasi ideologi dari negara lain, berimbas pada konsentrasi awal negara bukanlah perekonomian namun lebih ke keamanan politik. Berbeda dengan Negara Dunia Pertama dan Kedua yang berkoorporasi diawali dengan sektor ekonomi, kemudian meramba sektor-sektor lain.
Meski banyak kritik yang menyudutkan teori Rostow, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Rostow telah memberi kontribusi besar mengenai proses pertumbuhan dan pembangunan masyarakat.
Daftar Pustaka
·         Sukirno, Sadono. 1982. Ekonomi Pembangunan-Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Kuala Lumpur. Bima Grafika.
·         Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Pembangunan- Ikhtisar Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta. MW Mandala
·         Todaro, Michael P. 1993. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta. Penerbit Erlangga.


[1] Sukirno, Sadono. 1982. Ekonomi Pembangunan-Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan.Kuala Lumpur. Bima Grafika.
[2]  Ibid.
[3] Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Pembangunan- Ikhtisar Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta. MW Mandala
[4] Ibid
[5] Sukirno, Sadono. 1982. Ekonomi Pembangunan-Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Kuala Lumpur. Bima Grafika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar