Jumat, 07 Desember 2012

Review Jurnal : Melacak Pembuktian Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi


Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Pembangunan Internasional
Nama   : Azizah Syiami Mutik
NIM    : F1I011015

Review Jurnal : Melacak Pembuktian Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi
            Diana Wijayanti dalam jurnalnya membahas mengenai teori-teori yang berkembang selama pasca Perang Dunia II hingga kini mengenai pertumbuhan ekonomi negara-negara Dunia Ketiga. Menurut Goldthorpe (1992), negara Dunia Ketiga diperlukan dalam keadaan perang dingin, dan menjadi populer pada Koferensi Asia Afrika 1955. Istilah Negara Dunia Ketiga menunjukkan bagaimana para ekonom barat memandang negara bekas jajahannya sebagai sarana pembuktian teori dan tantangan terbesar para ekonom untuk memecahkan masalahan kemiskinana, ketimpangan, kelaparan, mortalitas, dan produktivitas yang rendah.
Jurnal Diana Wijayanti ini merujuk pada sebuah buku yang ditulis oleh William Easterly berjudul The Elusive Quest of Growth, mengatakan bahwa Easterly telah melakukan perjalanan guna pembuktian teori dan mendapati bahwa teori pembangunan ekonomi dari negara-negara barat tidaklah berfungsi seperti panacea bagi negara Dunia Ketiga tersebut.
Kemiskinan, Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Nurkse dan Michael P Torado, di Negara Dunia Ketiga terdapat lingkarang setan (vicious circle) yang mengakibatkan negara-negara tersebut tidak mampu menggerakkan perekonomian dengan usahanya sendiri. Pendapatan yang rendah, ketidakmampuan menabuang, rendahnya pembentukan modal dan efisiensi merupakan gambaran umum Negara Dunia Ketiga yang membuat para ekonom berusaha menemukan jalan keluar bagi masalah tersebut.
Forbes (1986) menyatakan bahwa dalam kurun waktu 1960-1970 negara berkembang mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan negara industri. Negara Dunia Ketiga semakin memperlihatkan ketimpangan perekonomian dengan distribusi pendapatan yang terpusat pada 10 persen rumah tangga berpendapatan tertinggi.
Harry T. Oshima (1989) menyatakan penyebab masalah perekonomian Dunia Ketiga adalah ketidakmampuan mempertahankan strategi industrialisasi pada dekade sebelumnya untuk menyebarkan keuntungan ke pedalaman dan masyarakat berpendapatan rendah. Oshima menarik kesimpulan yang menyatakan bahwa ketimpangan di Dunia Ketiga bukanlah disebabkan oleh gagalnya strategi trickle down effect. Dan Oshima juga menarik logika dasar bahwa perekonomian digerakkan oleh motor besar bernama industrialisasi.
Goldthorpe (1992) menganggap ketimpangan itu disebabkan karena faktor-faktor produksi hanya dimiliki segelintir orang saja. Dengan kata lain mengatakan bahwa bukan hanya industrialisasi sebagai jawaban atas permasalahan ekonomi negara berkembang.
Hollis Chenery (1974) memaparkan teori yg berbeda mengenai Negara Dunia Ketiga. Menurut Chenery, logika mengenai lokomitif ekonomi tetap populer dalam dalam teori mengenai reditribusi perekonomian. Inti pemikiran Chenery adalah pada masa awal pembentukan yang harus dilakukan adalah memperbesar “kue pembangunan” sehingga cukup untuk dibagikan dengan porsi yang cukup pula. Namun ketimpangan yang terjadi bukanlah masalah pada besarnya “kue pembangunan” tersebut, namun pada distribusinya.
Kemelesetan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Setelah Perang Dunia II, teori Harrod-Domar menjadi populer. Inti dari teori tersebut bahwa kunci pertumbuhan adalah investasi. Teori Harrod-Domar ini menginspirasi ilmuwan-ilmuwan lain untuk mengembangkan teori pertumbuhan modern dengan menempatkan investasi dan faktor modal pada posisi vital. Model Harrod-Domar dan beberapa teori penjabaran lainnya berakar pada negara barat, sehingga Harrod memberi beberapa perubahan agar dapat diaplikasikan ni Dunia Ketiga. Menurut Harrod masalah perekonomian Dunia Ketiga dapata diselesaikan dengan ekspansi kredit bank dan penanaman modal otomatis dari keuntungan inflasioner di pasar modal.
Logika dorongan besar dari Roseinsten-Rodan tampak menjadi pelengkap teori Harrod, dengan garis besar bahwa masalah Duni keetiga dapat diatasi dengan program besar yang mampu menjamin kebutuhan minimum penanaman modal. Namun menurut Nurkse (1964) Dunia ketiga selalu mengalami kendala penanaman modal karena rendahnya tabungan dan keterbatasan pasar yang menyebabkan insentif investasi sangat rendah. Nurkse menggunakan Hukum Say : supply creates its own demmand. Nurkse merekomendasikan sebuah sistem yaitu adanya penanaman modal menyeluruh pada semua sektor, kemudian menghasilkan barang yang bersifat pelengkap satu sama lain sehingga menimbulkan daya beli. Hal ini juga menggariskan teori pertumbuhan berimbang bahwa sektor modern tidak boleh terlalu jauh meninggalkan tradisional. Jika hal ini terwujud maka tidak akan terjadi lingkarang setan (vicious circle).
Hierchman (1970) mengkritik bahwa banyak yang tidak masuk akal dalam gagasan tersebut. Ia menganggap teori dualisme yang diterapkan pada teori dorongan besar bersifat memaksakan untuk penerapan pada sektor tradisional yang lengkap namun macet. Menurutnya teori tersebut tidak akan membawa pembangunan yang berarti perkembangan. Namun bertolak dari kritik tersebut, Hierchman, didukung Rostow, mengajukan argumen pertumbuhan tak berimbang. Bagi Hierchman, pertumbuhan pada dasarnya adalah rangkaian ketidakseimbangan. Secara sederhana, doktrin ini menolak investasi besar-besaran pada setiap sektor untuk menghasilkan barang yang komplementer, namun dnegan investasi yang tepat, sektor perekonomian akan terus berputar dan proyek-proyek baru akan berjalan dengan memanfaatkan eksternalitas ekonomi maupun social overhead capital dari proyek sebelumnya.
Seperti halnya Hierchman, Rostow juga membuat sebuah idealisasi pembangunan yang bertumpu pada self-properlling dan bertumpu pada dua sektor yaitu modern dan tradisional. Rostow berpikir bahwa setiap negara akan mengalain rentan fase yang sama. Ada % tahan yang akan dihadapi setiap negara, menutur Rostow, yaitu: tahap masyarakat tradisional; tahap masyarakat prakondisi menuju lepas landas; tahap lepas landas; tahap dorongan menuju kedewasaan; dan tahap konsumsi massa tinggi. Rowtow mengklaim bahwa teorinya bukan hanya teori ekonomi namun juga sejarah masyarakat modern. Teori ini juga diklain oleh Rostow sebagai pengganti kerangkan Komunisme Karl Marx. Meski begitu Rostow mengakui ada beberapa kesamaan analisisnya dengan Marx, antara lain: Pertama, keduanya mengakui perubahan ekonomi membawa dampak pada sosial, politik, budaya, dan perilaku; Kedua, adanya kepentingan kelompok dan kelas dalam proses sosial politik berkaitan denga keuntunga ekonomi; Ketiga, melihat adanya motif-motif ekonomi dibalik setiap konflik politik; Keempat, mempercayai adanya tujuan akhir masyarakat yang benar-benar sejahtera.
Teori Pertumbuhan Liberal: Kemelesetan dan Kritik
Diakui bahwa teori-teori pembangunan yang diguankan di Dunia Ketiga bukan merupakan hasil dari kajian wilayah geopolitiknya, melainkan dari barat. Teori-teori ini menbawa asumsi dan pemikiran barat yang memasuki alam intelektial Dunia Ketiga. Menurut Goldthorpe (1992) infiltrasi ide-ide tersebut dilakukan secara sistematis meskipun kehilangan relevansinya ketika menjelskan hal-hal yang bersifat local spesific.
Wiarda (1988) menuding teori-teori tersebut tidak lebih dr usaha untuk emnempatka Dunia Ketiga dalam orbit barat sebagai negara pherry-pherry. Lebih buruknya lagi, dibeberapa bagian Dunia Ketiga, teori-teori tadi diturunkan untuk membuat kebijakan yang tanpa mempertimbangkan variabel spesifik yang ada di masing-masing negara. Karena itu yang terjadi sesungguhnya adalah pemaksaan masuknya negara terbelakang dalam parameter-parameter barat. Doktrin barat lainnya adalah bahwa setiap negara akan melewati fase yang sama yang tidak memerlukan banyak perubahan. Dan pada dasarnya perubahan bukanlah sesuatu yang sulit dan menyakitkan.
Diana menyebutkan pemikiran barat membuat terlalu banyak penyederhanaan yang mengasumsikan tiap masyarakat dan manusia adalah sama. Tidak heran Rostow, dengan kelima fase tradisional menuju modernnya menganggap semua masyarakat akan melewatinya tanpa ada yang tertinggal.
Wiarda (1988) menyatakan bias eropa pada Dunia Ketiga telah merusak pemahaman mengenai Dunia Ketiga, lingkungan intelektualnya maupun Barat. Teori linear Rostow mengesampingkan bahwa setiap negara memiliki konteks yang berbeda-beda. Karena itu, pemikiran Barat bahwa kapitalisme sebagai pengganti feodalisme adalah tidak masuk akal. Karena kenyataannya, di Dunia Ketiga feodalisme dan kapitalisme dapat berjalan bersamaan dan membentuk simbiosis. Ide Rosenstein-Rodan yang menyatakan perlu adanya dorongan besar untuk pertumbuhan ekonomi pun nyatanya hanya berlaku untuk wilayah eropa saja.
Jurnal yang ditulis oleh Diana ini menjelaskan berbagai teori ekonomi Barat dengan berbagai ide yang diterapkan di Dunia Ketiga. Meski kenyataannya teori-teori tersebut tidak relevan dengan situasi yang dihadapi dan keragaman antar negara yang tidak diantisipasi oleh teori barat. Seperti yang telah dijelaskan diatas oleh Wiarda (1988), teori barat terlalu mempercayai bahwa setiap masyarakat sama dan akan menjalani fase yang sama pula dalam usaha mencapai kesejahteraan, padahal diluar hal tersebut terdapat faktor-faktor lain sepertu kultur dan keadaan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar